Tugujatim.id – Maya Angelou diketahui merupakan seorang penulis puisi dan skenario, orator, dan aktris Afrika-Amerika. Dia adalah wanita Afrika-Amerika pertama yang diminta untuk membacakan puisi karyanya dalam inagurasi presiden Amerika Serikat pada 1993.
Awal Kehidupan yang Penuh Tantangan
Dilansir dari konde.co, Maya lahir pada 4 April 1928 di St Louis, Missouri. Maya yang bernama lahir Marguerite Annie Johnson menapaki jalan hidup yang tidak mudah. Masa mudanya diwarnai dengan peristiwa traumatis, mengalami pelecehan seksual.
Pengalaman tragis ini merenggut suaranya, mengunci kata-kata dalam diam selama hampir lima tahun. Namun, Maya tidak pernah menyerah pada kegelapan yang menghampirinya. Sebagai respons atas pengalaman traumatis ini, Maya pernah mengungkapkan isi hatinya dalam sebuah wawancara dengan cnn.com
“Saya merasa bahwa perlu bagi saya untuk menceritakan kisah ini, karena bagi setiap orang yang berada dalam posisi yang sama, katakanlah. Anda perlu tahu bahwa ada jalan keluar,” ucapnya.
Pengalaman ini menciptakan semacam api dalam Maya yang mendorongnya untuk menjelajahi dunia kata-kata dan ekspresi seni. Dalam bukunya “I Know Why the Caged Bird Sings,” Maya mencatat bahwa masa-masa sulitnya membentuk keberanian dan kegigihannya dalam mengejar impian, serta memupuk tekadnya untuk membangun dunia di luar pengalaman traumatisnya.
Cinta pada Seni dan Sastra sebagai Penyembuh Jiwa
Selama masa diamnya, Maya mendapati kesembuhan dalam hal-hal yang indah. Ia memperdalam cintanya pada literatur, mengeksplorasi buku-buku dan karya sastra modern dan klasik. Melalui tulisan, ia menemukan cara untuk mengatasi luka dan menyampaikan perasaannya yang terpendam.
“Saya tidak pernah bisa memberi tahu anak-anak saya bagaimana rasanya menjadi orang dewasa yang sangat muda dan merasa tidak berdaya. Tapi saya bisa menuliskannya,” ucap Maya dalam wawancara dengan pbs.org.
Maya menganggap kata-kata sebagai obat jiwa yang mampu mengungkapkan apa yang terlalu sulit diungkapkan secara lisan. Ia melihat tulisan sebagai jendela yang membuka pandangan dunia, membebaskan suaranya yang terkekang, dan memungkinkannya berbagi pelajaran hidupnya dengan dunia.
Perjuangan Membentuk Karakter
Perjalanan hidup Maya tidak lepas dari tantangan dan rintangan. Di tengah keterbatasan, ia tetap mengejar pendidikan dan seni.
Dalam dekade 1950-an, ia merambah dunia pertunjukan, tampil di panggung-panggung teater dan melibatkan diri dalam seni tari, mengukir namanya dalam cahaya seni pertunjukan.
Dalam sebuah artikel di theguardian.com, dinyatakan bahwa Maya menemukan cahaya dalam seni pertunjukan, melalui seni yang memadukan kata-kata, gerakan, dan emosi.
Ia menjadikan seni sebagai alat untuk memahami dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Keseluruhan perjalanan seninya membantu membentuk karakternya yang kuat dan tekadnya untuk memajukan pesan-pesan penting melalui media seni yang ia cintai.
“I Know Why the Caged Bird Sings” dan Kepangkuan Literer
Pada 1969, Maya mengubah perjalanan hidupnya menjadi karya tak terlupakan: “I Know Why the Caged Bird Sings”. Otobiografi ini memaparkan kisah masa kecil dan masa remajanya, mengangkat perjuangannya mengatasi trauma.
Karya ini meraih sambutan luas dan dianggap sebagai salah satu karya penting dalam sastra Amerika. Dalam sebuah ulasan di nytimes.com, kritikus sastra, Hilton Als menulis bahwa karya ini menjadi sebuah pernyataan tentang seseorang yang mengubah luka menjadi seni. “Seorang korban menjadi penulis yang sukses,” ucapnya.
“I Know Why the Caged Bird Sings” bukan hanya sebuah otobiografi, tetapi juga bukti kekuatan kata-kata untuk menyembuhkan dan mengubah. Maya membuktikan bahwa bahkan dari ketidakadilan paling mengerikan, manusia memiliki potensi untuk bangkit dan berkembang, serta menginspirasi orang lain untuk melakukannya.
Penulis : Moh Sayid Ali (Magang)
Editor: Lizya Kristanti