SURABAYA, Tugujatim.id – Unik! Menghabiskan waktu ngabuburit saat menjelang berbuka puasa alangkah baiknya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Seperti yang dilakukan oleh sejumlah peserta yang mengikuti kelas workshop melukis kaligrafi dipandu oleh Choirul Anas pada Rabu sore (05/04/2023).
“Ini merupakan bagian dari pameran yang dibuat melukis bersama on the spot. Yang mana dalam hal ini saya sebagai pemandu memberikan tips bagaimana supaya menulis lebih mudah dan terlihat bagus,” kata Choirul Anas pada Rabu (05/04/2023).
Melukis kaligrafi on the spot bertema Asmaul Husna dalam Goresan Kuas ini menjadi serangkaian kegiatan pameran bersama “Rindu Jiwa” yang digelar oleh Garis Gathuk Art Project dan bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya.
Choirul Anas, seniman kaligrafi yang juga aktif dalam Komunitas Lukis Jombang selaku pemateri mengaku tidak kesulitan dalam memandu para peserta yang berjumlah sekitar 20-an orang tersebut. Sebab, seluruh peserta sebagian besar merupakan seniman dan pencinta lukisan kaligrafi. Meski begitu, tidak semua peserta memiliki teknik dasar menulis kaligrafi. Choirul Anas menjelaskan, dalam kaligrafi memiliki pakem-pakem tertentu.
“Saya mengajarkan teknik penulisan. Di kaligrafi ada teknik khusus karena kami harus mengetahui kemiringan pena. Kemudian tebal tipis karena di setiap huruf dalam kaligrafi memiliki bentuk yang berbeda-beda, terutama di tebal tipisnya. Lalu memberikan pemahaman bahwa dalam menulis kaligrafi itu tidak sebatas tulisan biasa, tapi karya lukis atau karya seni,” ungkapnya.
Seperti diajarkan oleh pria yang akrab disapa Anas ini. Pada tahapan awal, dia mengajarkan kaligrafi dengan menggunakan font Diwani. Pengerjaannya yang mudah dan fleksibel, Diwani juga salah satu font populer karena dapat digunakan ke dalam berbagai bentuk, seperti daun.
Menurut Anas, font kaligrafi berjumlah lebih dari 50. Namun, biasanya yang paling umum digunakan yakni hanya tujuh font. Mulai dari Kufi, Riq’ah, Diwani, Taqliq, Naskhi, Farisi sama Tsuluts.
“Lalu, teknik penulisannya harus memperhatikan sudut yang stabil, jangan sampai berubah. Kemiringannya harus 22,5 derajat. Sebab, yang biasa membuat gagal itu kemiringan pensilnya gak imbang, hasilnya nggak akan sama,” tuturnya.
Selain itu, Anas menjelaskan, poin penting lainnya dalam menulis kaligrafi adalah memperhatikan kaidah huruf. Sebab, setiap huruf memiliki aturan masing-masing dalam penulisannya.
“Yang perlu ditekankan pada penulisan kaligrafi itu terletak pada kaidah. Setiap huruf itu ada aturan masing-masing tapi yang mudah dikenali adalah dari tebal tipisnya. Misal huruf alif, kalau jenis khot naskhih itu harus lima titik, lebih nggak boleh, kurang juga nggak boleh. Ba’ lengkungannya juga harus tiga titik,” ujarnya.
Lebih lanjut, pria yang juga menjadi pengajar kaligradi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel tersebut mengatakan bahwa tidak ada batasan warna dalam pengaplikasian melukis kaligrafi. Dalam karya seni lukis, estetika dari goresan setiap kuas memang menjadi unsur daya tarik.
“Boleh (menggunakan semua warna). Dulu kan di pondok katanya nggak boleh pakai warna merah. Sebenarnya tidak masalah, kami menyesuaikan dengan tema. Misalnya kalau temanya kemerdekaan masak nggak boleh pakai warna merah,” jelasnya.