Oleh: Wawan Purwadi*
Berita duka hadir dari keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Salah satu muassis (pendiri) PMII, KH Nuril Huda tutup usia, 1939-2023. Tokoh NU tersebut tutup usia 84 tahun pada Rabu (20/12/2023), pukul 06.35 WIB, di RS Mitra Keluarga Bekasi Timur.
Kiai Nuril mungkin telah tiada, namun buah pemikiran dan gerakannya telah diwariskan untuk generasi selanjutnya. Bagaimana seluruh jiwa dan raganya telah dihabiskan untuk memperjuangan agama dan bangsa. Sadar dan insyaf bahwa memperjuangkan hal besar memerlukan ikhtiar yang kuat. Sehingga mampu melahirkan generasi-generasi intelektual NU yang luar biasa. Ia berharap besar terhadap generasi PMII untuk meneruskan perjuangan dalam menjaga agama dan bangsa.
Pernah pada suatu ketika saat Kiai Nuril berkunjung ke Tuban. Tepatnya di PP Al-Futuhiyah Desa Sugiharjo Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban. Seingatku pada Februari 2020 dipertemukan dengan kiai karismatik tersebut. Meskipun usianya yang sudah tidak muda lagi, ia masih sangat massif untuk mengawal anak cucunya berproses dalam PMII. Saya ingat betul saat hadir dalam seminar pembukaan Pelatihan Kader Lanjut (PKL) PC PMII Tuban, pada waktu itu dinakhodai oleh sahabat Musthofatul Adib.
Meskipun aktifitas kiai hanya bisa dilakukan dengan kursi roda. Namun tetap menyempatkan hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh PC PMII Tuban. Sungguh, itu pukulan telak bagi generasi PMII yang masih ogah-ogahan untuk menyempatkan hadir dalam acaranya sendiri. Baik yang masih berproses maupun sudah alumni.
Kiai dawuh, “Setiap acara PMII pasti saya akan datang, kalau diundang. Kalau saya tidak bisa jalan, akan gunakan tongkat, kalau saya sudah tidak bisa bangun, maka saya akan datang di acara PMII dengan menggunakan dengan kursi roda. Karena jiwa dan raga saya, sudah saya hibahkan untuk PMII.”
Dari kata-kata yang disampaikan kiai, saya bingung mau berkata apa, antara bersyukur dan malu. Karena atas apa yang saya lakukan belum bisa berkontribusi besar terhadap PMII. Sebagai organisasi islam Ahlussunnah Wal Jamaah, untuk (Mahsiswa-NU). Paling yang bisa saya berikan hanya secangkir kopi kepada sabahat/i dan menasehati. Hanya itu, tidak lebih.
Kepergian Kiai Nuril adalah kesedihan mendalam bagi kita keluarga besar PMII. Karena kita sebagai kadernya belum mampu mengamalkan jejak yang ditinggalkan oleh kiai. Baik secara intelektual maupun spiritual. Bahkan, mungkin saja kita malah merugikan keberlangsungan PMII. Mungkin saja.
Sebagai bahan refleksi diri, saat Kiai Nuril rawuh di Tuban banyak menyampaikan perjalanan hidupnya, susah-payahnya mendirikan PMII. Hal itu disampaikan kepada para kader dan tamu undangan (alumni) PMII.
Entah diyakini atau tidak, saat saya bersimpuh di lutut kiai, beliau berpesan kepada seluruh kader PMII secara umum. Pesan itu tidak hanya untuk kader PMII tuban saja. Seingat ku, kurang lebih demikian;
Pertama, kalau belajar di organisasi (PMII) yang serius. Karena mendirikan PMII itu tidak mudah. Saya harus keliling sowan para kiai sepuh di Jawa Timur. Salah satunya di PP Langitan-Tuban. Pada saat itu ketemu dengan KH Abdullah Faqih. Dan saya diminta untuk mengamalkan puasa Senin-Kamis, tujuh Senin-tujuh Kamis. Selain itu, banyak amalan yang harus saya istiqomahkan.
Kedua, kalau jadi alumni PMII jangan pelit. Adik-adiknya dirawat dan dibantu. Karena mereka yang akan melanjutkan perjuangan muassis NU dan PMII. Sampean tahu, kader intelektualnya NU itu ya PMII. Jadi harus saling membantu, jangan hanya numpang besar di PMII.
Ketiga, kalau jadi politisi atau pejabat jangan lupa diri. Ingat bahwa kader PMII itu kaum intelektual (ulul albab), mapan secara intelektual dan mapan secara spiritual. Sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Jadi harus bisa jaga diri dan bisa hidup dalam segala medan.
Tiga pesan mendalam itu adalah warisan berharga bagi saya yang mendengarkan secara langsung dari lisan Kiai Nuril. Semoga apa yang saya tuliskan ini bisa menjadi bahan renungan kader PMII secara umum. Bahwa kita telah berguru dan berorganisasi kepada orang-orang yang dikasihi Allah Swt. Dari 14 tokoh pendiri PMII, salah satunya adalah (KH. Nuril Huda-Lamongan). Hari ini kiai telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya.
Selamat jalan Kiai Nuril, surga tempat panjenengan. Amiiin
*Penulis merupakan Alumni PMII Tuban, Koordinator Kabupaten Jaringan Pendidikan Pemilih dan Rakyat (JPPR) Tuban, serta Plt Ketua DPD KNPI Tuban.
Editor: Lizya Kristanti