SURABAYA, Tugujatim.id – Menjadi pengusaha atau penjual baju thrift ternyata punya banyak cerita, tak semulus seperti berjalan di tol. Semua mengalami pahit manis menjual baju thrift. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Jatim Thriftshop Community (JTC) sekaligus owner @jumatsore_ Deni Yuda Irawan. Dia mengatakan, saat menjual terkadang harus rugi hingga siap di-PHP customer.
Saat Deni mulai merintis @jumatsore_ sekitar 2019 lalu, bermula jadi konsumen setia baju thrift, muncul ketertarikan untuk membuka thrift shop sendiri. Meski sempat tertipu beberapa juta, beli barang tapi baju yang didapat tidak layak pakai, dan lain-lain ceritanya.
Deni menjelaskan soal “Jumat Sore”, dia berfilosofi karena Jumat sore ialah waktu menyenangkan karena esok sudah memasuki weekend. Animo kebahagiaan menyambut weekend itulah yang ingin Deni teruskan pada pembeli baju thriftnya, nama itulah yang dipakai.
“Usaha saya berdirinya sekitar awal 2019, berawal sebagai konsumen, lalu tertarik menjadi seller. Banyak pengalaman pahit manis, dulu sering ketipu, beli borongan tapi barang yang sampai gak layak, udah bayar untuk kulakan tapi barang gak sampai, hingga rugi ditipu sih sampai Rp 2 jutaan,” bebernya.
Tidak jarang juga, Deni menambahkan, terkena harapan palsu dari customer atau calon pembeli baju thrift. Saat sudah janjian bertemu untuk berniaga, tiba-tiba customer-nya membatalkan begitu saja. Padahal, Deni sudah sampai di lokasi untuk cash on delivery (COD).
Sedangkan yang membuatnya bahagia, dari menjual baju thrift kadang mendapat baju dalam ball second import yang bermerek. Jadi, bila dikalkulasi dalam harga, baju yang Deni beli di ball dengan Rp 100 ribu, tapi Deni bisa menjual ulang dan laku di pasaran pada harga Rp 1 jutaan.
“Lalu kadang juga di-PHP customer, pengalaman manisnya bisa mendapat harga murah dan dijual dengan harga tinggi. Ini bisa jadi kebahagiaan seller. Kita nemu barang harganya cuma Rp 100 ribu, tapi bisa laku dijual sampai harga Rp 1 juta,” jelasnya.
Harapan JTC untuk Dunia Thrift
Menjadi Ketua JTC juga tidak mudah, Deni berharap, cuaca penjualan baju thrift tetap membaik dan makin cerah. Selain itu, Deni berharap, JTC bisa memajukan penjualan baju thrift di Kota Surabaya khususnya, Jawa Timur umumnya.
“JTC bisa memajukan thrifting atau usaha jual baju second di Jatim, khususnya di Surabaya, karena gak kaleng-kaleng usahanya, dan banyak anak-anak muda di sini,” sambungnya.
Menjual baju thrift juga bisa mempermudah pertumbuhan ekonomi warga Surabaya, Deni menjelaskan, mengingat margin keuntungan yang diperoleh juga amat besar. Pembeli juga merasa puas atas barang yang dijajakan dalam thrift shop, banyak yang bermerek dan masih bagus.
“Jadi, ini wilayah positif untuk perekonomian Indonesia, mengingat belakangan ini kan ada pandemi. Jadi, bisa sebagai motor penggerak penjualan, terutama bagi kaum anak muda. Harapannya, thrifting bisa dikenal sampai taraf internasional,” jelasnya.
Apa sih Dampak Thrifting?
Apalagi, baju thrift sudah banyak dibahas karena bisa menjaga dan merawat ekologi, mengurangi limbah kain dan sampah dari baju-baju bekas yang tak terpakai dari rumah tangga. Jadi, daur ulang menjadi cara terbaik dan bisa mencetak entrepreneur muda di Surabaya.
“Mengurangi limbah sampah dunia, sebenarnya kan ini sampah, tapi kita daur ulang, efeknya juga jadi pelajaran bagi seller-seller muda, generasi-generasi entrepreneur, benih-benih usaha juga ada dan tumbuh berkat thrifting,” ucapnya.
Soal kebersihan baju thrift sudah tidak diragukan lagi. Deni sering kali mencuci dan menyemprotkan cairan desinfektan agar tetap higienis dan steril dari penyebaran Covid-19 khususnya. Jadi, baju thrift yang dijual sudah siap pakai.
“Meyakinkan bajunya higienis di komunitas JTC, barang yang ada di event harus sudah steril, sudah di-laundry, siap pakai, jadi ini barang bekas yang berkualitas, dan harganya juga gak bisa dibilang murah saat ini, ada juga yang harganya mahal ya,” terangnya.
“Value kebersihan menjadi hal penting, waktu barang datang saya juga semprot pakai desinfektan. Jadi, barangnya berkualitas,” ujarnya.