MALANG -Pencemaran mikroplastik di Sungai Brantas begitu tinggi. Dari penelitian yang dilakukan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang) menyatakan bahwa sampah itu didominasi oleh limbah rumah tangga.
Oleh karena itu peneliti dari UIN Malang, Environmental Green Society, dan Ecoton meluapkan kekecewaan atas rusaknya kualitas air sungai Brantas di DAS Brantas kawasan Jembatan Muharto, Kota Malang, pada Minggu (6/9/2020).
Aksi protes damai ini mereka lakukan dengan cara membentangkan poster bertuliskan: Brantas Gak Mbois Sam!, Prei Nyampah Nang Brantas, Reduce Single Use Plastic, Brantas Tuntas Tapi Prank, hingga motto Kaliku Resik, Uripku Becik.
Baca Juga: Polemik Kata Anjay, Lutfi Agizal, dan Kekisruhan Ancaman Pidana
Kualitas pH Air Buruk
Alaik sadar betul, pola pembuangan sampah ini terjadi karena tidak ada layanan pengangkutan sampah dari pemerintah untuk warga di kawasan bantaran sungai ini.
Baca Juga: Menapaki Keindahan Alam di Kaki Gunung Arjuno dan Gunung Welirang
Selain itu, kesadaran warga di pemukiman padat ini juga sangat rendah.
”Dan untuk produsen juga lebih aware bertanggung jawab atas produk sampah yang mereka ciptakan. Misal menciptakan kemasan produk bukan plastik atau paling tidak minimal mengedukasi konsumen, ikut kampanye akan bahayanya sampah plastik,” harapnya.
Limbah Rumah Tangga Dominasi Pencemaran
Dari hasil brand audit, tumpukan sampah didominasi dari limbah domestik rumah tangga. Produk berkemasan plastik atau sachet dari sejumlah produsen besar Indonesia cukup mendominasi. Mulai dari PT Wings, Unilever, Orang Tua, Indofood, dan sejumlah sampah popok masih juga ditemukan.
Baca Juga: Anjloknya Industri Karoseri di Tengah Badai Pandemi
Sampah plastik tergolong sebagai kategori sampah yang tidak bisa terurai sempurna, karena dalam prosesnya memakan puluhan tahun masih tersisa dalam bentuk partikel atau plastik ukuran kecil yang berkisar 55 mm.
”Sangat kecil dan akhirnya dimakan biota sungai seperti ikan dan udang yang dikiranya plankton. Nah jika ikan dan udang ini dimakan manusia, hasilnya juga berbahaya bagi tubuh manusia,” urainya.
Harapkan Kesadaran Masyarakat dan Pemerintah
Jika kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam hal ini tak kunjung meningkat, bukan tidak mungkin mengganggu stabilitas ekosistem sungai Brantas kedepannya.
Dia berharap, pemerintah turut aktif memecahkan solusi ini. “Terdekat, Pemkot Malang bisa segera mengeluarkan kebijakan mengadakan pelayanan pengangkutan sampah bagi warga sekitar bantaran sungai. Jika tidak, warga terus akan memilih membuang sampah di sungai,” prediksinya.
Selain itu, dia juga mendorong kepada produsen untuk mewujudkan Extended Producer Responsibility untuk bertanggung jawab terhadap material produk yang mereka hasilkan saat menjadi sampah.
Hasilnya, di semua titik sungai tersebut terkontaminasi mikroplastik tingkat tinggi. Paling parah ada di Kali Surabaya, di daerah Gunungsari.
”Hampir sama dengan di Muharto, di Kali Surabaya juga terdiri dari permukiman padat dan banyak bangunan liar. Konsentrasi titik buang sampah banyak. Disana lebih parah karena ditemukan limbah industri, limbah domestik, hingga limbah B3 medis,” sebutnya. (azm/zya)
Comments 3