BOJONEGORO, Tugujatim.id – Pengadilan Agama Bojonegoro menyebut dispensasi nikah (diska) di wilayahnya hingga saat ini masih menjadi masalah tersendiri. Bahkan dari Januari hingga September 2021 pengajuan dispensasi nikah mencapai 517 perkara. Hal ini dikhawatirkan membuat kemiskinan baru lantaran banyak anak di bawah umur yang belum matang harus menjalani pernikahan dini.
Untuk diketahui, dispensasi nikah adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan. Artinya, seseorang boleh menikah di luar ketentuan itu jika dan hanya jika keadaan “menghendaki” dan tidak ada pilhan lain.
Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikhin Jamik mengatakan jumlah tersebut menjadi yang terbanyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Untuk tahun 2019 kemarin ada 199 perkara diska, 2020 ada 617 perkara. Sementara untuk tahun ini dari bulan Januari hingga September sudah ada 517 perkara diska,” ujarnya saat ditemui di ruangan kerjanya, Rabu (06/10/2021).
Bahkan pihaknya khawatir jumlah saat ini melebihi tahun 2020 dengan total 617 perkara.
“Sekarang saja 2021 belum usai, baru September. Saya khawatir kalau jumlah tersebut melebihi 2020. Di tahun tersebut juga, Bojonegoro menjadi nomer 7 tingkat dispensasi nikah terbanyak se-Jawa Timur,” tambah dia.
Sholikhin menjelaskan, dari 517 masyarakat yang mengajukan dispensasi nikah tahun 2021, masing-masing berasal dari latar pendidikan yang berbeda. 8 di antaranya masyarakat yang tidak meluluskan sekolah dasar (SD), 74 lulusan sekolah dasar (SD), 268 lulusan sekolah menengah pertama (SMP), dan 167 lulusan sekolah menengah atas (SMA).
Dari faktor umur, mereka yang mengajukan perkara terdiri dari 14 tahun dengan jumlah 78 orang, 15 tahun sebanyak 30 orang, 16 tahun ada 76 orang, 17 tahun sebanyak 165 orang, dan 18 tahun berjumlah 246 orang.
Tercatat, jumlah terbanyak mengajuan dilakukan oleh wanita, yaitu 460 wanita dan 57 laki-laki,” kata Sholikhin.
Pernikahan Dini dan Dispensasi Nikah Dikhawatirkan Munculkan Kemiskinan Baru
Menurutnya banyaknya pengajuan dispensasi nikah dari masyarakat lantaran faktor budaya dan kemiskinan.
“Ini menjadi problem. Orang miskin menikahkan anaknya tidak terbebani. Tapi justru menambah kemiskinan baru. Sementara untuk budaya, ada sebagian masyarakat yang memiliki presepsi orang takut jadi prawan tua, hitungan jawa, dan nikah malam songo,” ungkapnya.