Oleh: Ny. Niken Arief Sulistyanto*
Tugujatim.id – Covid-19 sudah lebih setahun ada di negeri tercinta. Hal ini membuat kita semua harus makin waspada karena gejala yang dialami setiap orang tidak sama. Gejala umum biasanya adalah demam, batuk kering, kelelahan sangat, dan diare. Tapi sekarang juga bisa muncul gejala ruam kulit, nyeri tubuh, sakit kepala, hilang indra penciuman, hilang indra perasa, sesak, nyeri dada dan lain lain.
Respons terhadap terapi pun tidak sama. Ada yang begitu negatif Covid-19 langsung sehat, ada juga yang sudah negatif tapi masih dengan gejala sisa. Sehingga saat sekarang ini segala hal yang tampak tidak normal pada tubuh kita apalagi didahului riwayat kontak harus benar-benar sangat diwaspadai. Kita harus bisa menjaga diri agar bisa tetap sehat dan selamat melewati wabah pandemi ini.
Bila mengingat saat kami (saya dan suami) terkena Covid-19, rasanya sampai saat ini masih mengharu biru. Alhamdulillah kami sangat bersyukur bisa melaluinya dengan sehat selamat. Kami akan ceritakan pengalaman kami melewati masa-masa itu. Semoga tulisan ini bisa menjadi masukan bagi semua.
Awal Mula Dinyatakan Positif Covid-19
Hari itu, Selasa 15 Desember 2020 malam sekitar jam 8, kami mendapat telepon dari Karumkit RS Bhayangkara Lemdiklat. Kami langsung berpikir ini pasti terkait hasil pemeriksaan tes PCR kami pagi tadi. Karena biasanya, bila hasil telah jadi, kami hanya dikabari melalui Whatsapp. Sebagai informasi, kami memang rutin periksa rapid test antibodi dan PCR hampir setiap 2 minggu sekali, dan saat itu belum ada rapid test antigen. Namun saat itu kabarnya disampaikan secara berbeda. Yakni melalui telepon.
“Ini kok sampai telepon. Pasti kami ada yang positif,” begitu pikir kami.
Dan ternyata benar. Saya dan suami. Hasil tes PCR kami berdua positif. Dari banyak orang yang tes hari itu, saat itu yang positif ada lima orang.
Hal pertama yang terlintas adalah kami harus menghadapi penyakit Covid ini. Kami harus berusaha bisa mengalahkan penyakit ini dan kami harus tetap semangat. Kemudian kami mulai memikirkan apa yang kami harus lakukan dengan segera. Kami harus memilih isolasi mandiri ataukah dirawat di RS. Mengingat saat itu kami merasa badan kami hanya terasa tidak enak, dan kami tidak demam, kami tidak batuk, kami tidak sesak, tapi dengan berbagai pertimbangan termasuk tidak mengetahui perjalanan penyakit ini ke depan dan bagaimana tubuh akan bereaksi nantinya, juga bila di rumah terlalu banyak orang, sehingga kami takut akan menulari mereka. Akhirnya kami memilih rawat inap di RS Polri RS Soekanto Kramat Jati, Jakarta Timur.
Saat akan berangkat ke RS, suami saya tampak diam dan mencari anak kedua kami. “Adek mana?” dari kejauhan kami berkata. “Adek doakan mama papa ya!”
“Iya Pa. Ma,” adek menjawab dengan mantap.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, saya melihat suami saya. Saya memegang tangannya dan berkata pelan. Kita harus kuat! Kita harus sehat kembali! Banyak hal nanti bisa dilakukan bila kita sehat. “Semangat ya Pa!”
Saat itu kondisi kami. Saya dan suami biasa saja. Hanya merasa ada yang tidak enak. Sekali lagi saat itu kami tidak batuk, tidak sesak, tidak demam, penciuman dan perasa biasa, makan juga masih banyak. (Tahu dong bagaimana banyaknya kalau saya makan? Beda dengan suami saya yang memang pemilih kalau makan).
Saat itu saya yang biasanya mudah menangis juga tidak menangis. Karena merasa harus kuat dan harus tetap semangat untuk bisa mengatasi Covid ini. Saya juga tidak mau memikirkan yang lain yang saat itu banyak berita duka cita. Yang terpikir adalah kami harus semangat untuk sehat kembali.
Berbagai Macam Upaya
Mengingat kembali ke belakang. Saat bulan maret 2020 Covid-19 mulai dinyatakan sudah masuk ke Indonesia, kami berusaha menjaga kesehatan dengan benar. Kami minum vitamin macam-macam, minum aneka jamu, jamu dari mana saja dari rasa biasa sampai pahit banget (contohnya daun pepaya yang diblender dan setiap hari minum, ampuun benar), kami minum semua.
Kami juga sudah langsung mulai menggunakan masker. Walau saat itu, masker hanya untuk yang sakit, kami tetap pakai karena kami tidak mengetahui sesungguhnya kondisi kami dan kondisi orang yang bertemu kami. Dan walau saat itu begitu sulit mendapatkan masker, alhamdulillah berhasil dapat juga dengan perjuangan (saya bahkan sempat tertipu juga, beli barang kirim ke rekening penjualnya, tapi barang tidak dikirim bahkan nomor HP saya diblokir penjualnya).
Kami juga bolak balik tes. Saat itu baru mulai rapid test antibodi kami tes rapid. Begitu ada PCR, kami tes PCR. Kami ingat saat itu pertama kali kami tes PCR di RS Brimob. Sampai Desember 2020 itu, mungkin kami sudah tes lebih dari 17 kali.
Pada 15 Desember 2020 itu kami memang baru pulang perjalanan dari Semarang, di mana perjalanan antarkota saat itu sudah mulai dilakukan kembali. Kami membawa kendaraan sendiri, baik Jakarta-Semarang PP, Jakarta-Yogyakarta PP, bahkan Jakarta-Porong, Jakarta-Surabaya PP. Semua selalu kami lakukan melalui jalan darat sebagai antisipasi dan mengingat bila menggunakan moda transportasi umum dapat berbarengan dengan penumpang lain yang positif Covid-19.
Tetapi mungkin kondisi kami yang memang capai, bolak-balik acara, bahkan ada masa saya non-stop Zoom Meeting sepanjang perjalanan Jakarta-Semarang, blas tidak tidur. Sehingga kondisi kami drop.
Kemudian saya ingat saat itu ada masa kami makan malam bersama berada dalam satu ruangan ber-AC dengan seluruh pintu dan jendela harus tertutup karena di luar hujan deras. Mungkin saat itulah virus Covid-19 mulai masuk ke dalam tubuh kami.
Sepulang dari Semarang Sabtu (19/12/2020) malam, saya merasa badan saya tidak enak. Saya cek suhu 36 koma, saya minum obat, glek, besoknya sudah terasa enak. Gantian hari Minggu, suami saya demam kemudian minum obat, besoknya (Senin, 21/12/2020) juga sudah enak.
Tetapi hari Senin pagi, saya kembali merasa tidak enak lagi. Saya rapid tes antibodi hasilnya negatif. “Ok aman!” pikir saya. Tapi saya tetap merasa heran karena badan saya kalau dipegang selalu terasa sakit. Tapi saya memang tidak batuk tidak demam. Dan karena saat itu masih ada acara, sehingga tidak juga saya rasakan, jadi kami tidak langsung PCR saat itu.
Senin malamnya kami mendapat kabar bahwa salah satu staf yang berangkat ke Semarang tes PCR tadi positif. Wah karena kami ketemu semua dengan yang bersangkutam, berarti besok Selasa kami semua harus tes kembali. Dan itulah Selasa pagi kami tes kembali. Hasilnya lima orang positif, termasuk saya dan suami saya, dengan CT value yang berbeda-beda.