MALANG, Tugujatim.id – Ada banyak kabar baik maupun buruk dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni 2021 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Mulai dari bertambahnya populasi macan tutul, burung garuda (elang jawa), hingga ancaman punahnya sejumlah populasi anggrek endemik khas Bromo Semeru.
Hal ini terungkap dalam sesi diskusi Balai Besar TNBTS bersama awak media dengan tajuk Harmoni Alam dan Budaya dalam Pengelolaan TNBTS.
Seperti kata Toni Artaka, Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan TNBTS, di mana ada sejumlah ancaman kepunahan sejumlah spesies flora dan fauna endemik di kawasan Gunung Bromo maupun Gunung Semeru.
”Ancaman kepunahan flora dan fauna di sini karena adanya alien species, sifat spesies asing/pendatang ini invasif atau menguasai (merusak) keseimbangan ekosistem alamiah di suatu habitat. Secara alami, dia tidak punya musuh yang setara,” ungkap Toni.
Seperti bisa dilihat di Padang Savana Oro-Oro Ombo, di bulan-bulan tertentu akan didapati padang ini seolah tertutup karpet ungu. Itu adalah tanaman dengan nama latin Verbena brasiliensis.
Mungkin secara estetik indah, namun kehadiran tanaman ini ternyata mengganggu ekosistem. Lavender ini menutupi sebagian tanaman asli dibawahnya sehingga tertutup dari cahaya matahari.
Akibatnya, kijang yang biasanya mencari makanan tumbuhan jenis loyor disana bingung dikira sumber makanannya hilang. Akhirnya dia pindah tempat lagi, begitu juga macan tutul sebagai predatornya juga ikut berpindah.
”Karena tanaman alien ini juga kita telah kehilangan 5 jenis anggrek endemik Semeru yang tumbuh di Padang Savana Oro-Oro Ombo. Karena tanaman ini menutupi sinar matahari, akhirnya anggrek ini gagal tumbuh,” jelasnya.
Selain Verbena brasiliensis, ancaman flora asing juga ada di Ranu Pane dan juga Ranu Darungan. Itu ada tanaman liar sejenis eceng gondok dengan nama latin Salvinia molesta. Penduduk setempat menamainya gambas.
”Itu dia juga menutupi sebagian permukaan air membuat sinar matahari tidak masuk. Belum lagi, jenis satwa air di Ranu Pane juga ada kemasukan jenis fauna invasif seperti ikan nila, ikan mujair,” tambahnya.
Pihak petugas TNBTS sendiri juga geleng-geleng kepala karena meski sudah dibersihkan dan upaya mengendalikan populasinya, namun masih ada saja beberapa spesies tanaman asing yang membandel.
Lalu, bagaimana bisa flora dan fauna alien ini bisa menyebar masuk ke Indonesia? Konon, bisa jadi entah secara sengaja maupun tidak tersebar dari zaman kolonial dulu. Sejumlah ahli menjumpai ada ahli botani asal Belanda yang tinggal di Nongkojajar, Pasuruan yang sering membawa tanaman luar masuk ke Indonesia.
Begitu juga, untuk fauna ‘alien’, bisa jadi ada orang iseng yang menyebar bibit ikan mujair hingga ikan nila di Ranu Pane. Padahal, soal ini sudah menjadi poin penting di SIMAKSi, bahwa pengunjung dilarang membawa flora dan fauna masuk kawasan TNBTS.
Sanksinya sudah diatur di UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. ”Tapi sejauh ini kita belum pernah menegakkan aturan ini. Kami lebih fokus untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terus-menerus,” pungkasnya.