Oleh : Gogot Cahyo Baskoro, Komisionis KPU Jawa Timur
Tugujatim.id – “Mas, mohon izin. Bila diperkenankan, saya bermaksud mengikuti seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi. Saya niati ingin try out. Belajar. Sebelum nanti daftar KPU Jember untuk periode kedua,” kataku ke senior ketua KPU Jatim Andry Dewanto Ahmad, awal tahun 2014 lalu.
“Lho, jangan,” jawabnya. Aku langsung tersenyum kecut. Khawatir salah omong, atau pimpinanku ini tak berkenan aku ikut mendaftar. Maklum, beliau juga baru 1 periode menjabat sebagai komisioner KPU Jatim.
Tapi sebelum pikiranku makin liar, beliau melanjutkan. “Jangan diniati try out. Harus serius, niat ibadah. Luruskan niat, belajar yang rajin dan jangan lupa berdoa. Saya memang akan daftar. Tapi juga belum tentu terpilih kembali, kok,” ujar suami Hikmah Bafaqih ini enteng.
Aku tersenyum lega. Jawaban mas Andry melebihi ekspektasiku. Bermaksud try out, orang yang berjasa memilihku sebagai komisioner KPU Jember ini, malah memintaku lebih dari itu. Tak ada kekhawatiran bahwa aku akan menjadi kompetitor yang berpotensi “menggantikannya” di KPU Jatim.
Ini membuat aku yakin untuk serius mengikuti proses seleksi. Sekaligus menepis pandangan minor sejumlah senior. Percuma mengikuti seleksi KPU Jatim, karena yang terpilih sudah “kelihatan” sebelum seleksi dilakukan.
Saat sama-sama lolos seleksi sampai 20 besar, mas Andry tak hanya menyampaikan selamat padaku dan para juniornya. Tapi juga terus mendampingi dan memberikan sejumlah tips dan saran agar bisa lolos seleksi wawancara di tim seleksi.
Maka malam pengumuman 10 besar aku tak kuasa menahan tangis. Saat aku dinyatakan lolos 10 besar calon KPU Provinsi. Sementara tidak dengan mantan Ketua KPU Malang periode 2003 sampai dengan 2009 ini. Saat itu, sejatinya aku lebih siap menerima pengumuman kegagalan, dibandingkan lolos 10 besar calon KPU Jatim.
Lagi-lagi, beliau menyemangati aku untuk bersiap menghadapi seleksi berikutnya. Berjanji membantu mengkomunikasikan dengan para pengambil kebijakan di Jakarta. Sama sekali tak ada beban, walau ia sebagai ketua KPU Jatim gagal lolos 10 besar.
Sementara dua koleganya di KPU Jatim, bisa lolos. Dua hari terakhir masa jabatan, mas Andry masih biasa-biasa saja memimpin rapat koordinasi bersama seluruh KPU se-Jatim di sebuah hotel di Surabaya.
Belakangan, saat terpilih sebagai komisioner KPU Jatim. Bisa dibilang menggantikan beliau dari unsur NU (Nahdlatul Ulama). Aku berupaya meneladani sikap beliau yang selalu “ngemong”.
Tidak menganggap sahabat dan junior sebagai kompetitor. Akhir masa jabatan 2019 lalu, selalu mendorong semua sahabat dan sahabati untuk ikut bergabung dalam proses seleksi KPU Jatim. Pun demikian untuk seleksi KPU Pusat.
Karenanya pagi tadi, saat kabar berpulangnya beliau datang, cukup mengagetkan. Walau sudah beberapa kali mengikuti istigosah virtual mendoakan kesembuhan beliau. “Kepergiannya” masih tak menyangka secepat ini.
Apalagi karena kondisi, aku belum bisa takziyah ke rumah duka di Singosari. Hanya bisa mengirim karangan bunga, sekedar tanda ikut berduka.
Selamat jalan mas Andry. Tak hanya aku, Ansor dan NU sungguh juga “kelangan gedhen” atas kepergianmu. Kehilangan besar. Karena, tak sekedar orang baik. Engkau adalah aset dan sekaligus mutiara NU di Jatim.
Sungguh tak pernah bisa aku menyamaimu. Walau dua periode di KPU Provinsi, mungkin tak sampai 20 persen aku bisa mencontoh dirimu. Sugeng tindak. Insya Allah pintu surga terbuka lebar menyambutmu.