MALANG, Tugujatim.id – Korban luka tragedi Kanjuruhan, Kabupaten Malang, ada 56 orang. Mereka telah mendapatkan perawatan medis di RSUD dr Saiful Anwar (RSSA) Malang. Untuk 26 korban membaik dan diperbolehkan pulang. Kini tersisa 30 pasien. Sayangnya, kondisi 7 orang di antaranya memburuk pada Selasa siang (04/10/2022).
“Ada 7 pasien (korban luka tragedi di Stadion Kanjuruhan) di ICU karena kesehatan menurun. Mereka perlu bantuan pernapasan, imun tak stabil, dan lain-lainnya,” kata Plt Direktur RSSA Malang dr Kohar Hari Santoso.
Kohar tak bisa memastikan pasien yang perlu bantuan pernapasan tersebut apakah karena gas air mata atau karena berdesakan di stadion. Dia mengatakan, dada orang yang terdesak dalam kerumunan juga membahayakan jiwa.
“Kami tidak bisa memastikan gas air matanya langsung dihirup masuk atau karena dia panik, lari berdesakan, terinjak-injak. Kami tak bisa memastikan itu,” jelasnya.
Dia melanjutkan, pasien tersebut dikategorikan dalam korban luka berat. Kini pihaknya juga tengah melakukan pemantauan ketat terhadap 7 pasien itu.
Sedangkan 23 pasien lainnya tengah dirawat di ruang high care unit dan ruang biasa RSSA Malang. Pasien ini menurutnya dalam kategori korban luka sedang dan luka ringan yang kondisinya mulai membaik.
RSSA Malang Berhasil Mengidentifikasi 21 Jenazah
Kohar memastikan, ada 21 jenazah korban tragedi Kanjuruhan yang dirujuk ke RSSA Malang telah teridentifikasi. Jenazah tersebut juga telah diambil para keluarga dari berbagai daerah.
“Jenazah di sini total 21 orang, di hari pertama sudah teridentifikasi semua dan sudah diambil keluarganya,” kata Kohar.
Dia menjelaskan, mayoritas jenazah itu mengalami luka di dada, kepala, hingga patah tulang. Kematian mereka disebut karena trauma hingga membuat gagal napas dan pendarahan di dalam kepala.
Penyebab kematian terbanyak karena trauma. Jadi benturan keras di kepala, kalau berdarah di otak, bisa mengakibatkan kematian. Dada tertekan sampai tak bisa bernapas ya bisa meninggal,” ungkapnya.
“Tak ada luka bakar, tapi ada luka benturan karena berdesakan, di dada, kepala sehingga kesadaran menurun menjadi sesak, ada patah tulang dan lain-lainnya,” imbuhnya.
Dari keseluruhan jenazah itu, Kohar mengatakan, tak ada yang diotopsi hingga membedah organ tubuh. Dia menyebut, jenazah hanya diidentifikasi untuk mendapatkan identitas saja.
“Otopsinya bukan dibuka bagian tubuhnya, tapi hanya pemeriksaan luar saja, pemeriksaan Dead Victim Identification (DVI) dan dilihat data sebelum meninggal. Mulai keterangan dari keluarga, KTP, tanda khusus, tato, dan pakaian kami cocokkan. Lalu juga pemeriksaan sidik jari dibantu Inafis Polda,” ujarnya.