MALANG, Tugujatim.id – Reformasi sektor keuangan Indonesia kini digalakkan melalui Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). UU P2SK sendiri memperkuat peran dan legitimasi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menjamin simpanan para nasabah. Tidak hanya bank, kini LPS juga punya kewenangan menjamin simpanan polis asuransi.
Hal ini disampaikan oleh LPS dalam Seminar UU P2SK dan Stabilitas Finansial/Moneter yang digelar PWI Malang Raya, di Hotel Santika, Kota Malang, Jawa Timur, pada Minggu (23/7/2023).
UU P2SK sendiri secara resmi sudah disahkan Presiden sebagai UU Nomor 4 Tahun 2023 pada 12 Januari 2023 lalu.
Lahirnya UU P2SK memberikan sejumlah amanat baru bagi LPS. Di antaranya adalah wewenang untuk menjamin simpanan para nasabah di jasa keuangan asuransi. Di mana sebelumnya LPS hanya bertugas menjamin dana nasabah bank. “Salah satu amanat dari UU P2SK adalah LPS aktif menjamin polis asuransi,” ujar Kepala Divisi Humas LPS, Haydin Haritzon.
“Embrio” aturan adanya lembaga penjamin polis asuransi ini sebenarnya sudah ada sejak 2014, yakni tertuang dalam UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian. Di mana dalam pasal 53 UU No 44 Tahun 2024 disebutkan bahwa perlindungan terhadap pemegang polis harus ada melalui program penjaminan polis asuransi.
“Memang secara aturan sudah lama, namun lembaga jaminan asuransi memang baru dibahas pemerintah saat ini. Dan LPS baru aktif menjamin mulai Januari 2028,” jelasnya.
Dalam jangka waktu lima tahun ke depan, kata dia, LPS harus menyiapkan banyak keperluan guna menjalankan peran lembaga penjamin asuransi. Mulai dari aturan terkait mekanisme penjaminan asuransi, jenis asuransi apa saja yang dijamin, hingga jumlah nominal maksimal asuransi. Termasuk menyiapkan banyak sumber daya manusia (SDM) baru di lingkungan kerja LPS.
“Dalam waktu dekat akan dibuka rekrutmen pegawai LPS. Dan untuk mendekatkan diri ke masyarakat, tahun depan target kami buka tiga kantor cabang baru di Surabaya, Medan, dan Makassar,” ujarnya.
LPS sendiri sudah selama 17 tahun melakukan penjaminan terhadap simpanan nasabah bank. Berdasarkan data LPS, ada sebanyak 105 bank umum dan 1.608 bank perekonomian rakyat (BPR) atau bank perekonomian rakyat syariah (BPRS) yang nasabahnya dijamin oleh LPS.
Jumlah rekening nasabah bank umum yang dijamin LPS per April 2023 mencapai 99,94 persen dari total rekening atau sebanyak 511.326.251 rekening dengan nominal simpanan mencapai Rp3.834,78 triliun.
Adapun jumlah rekening nasabah BPR atau BPRS yang dijamin LPS per April 2023 mencapai 99,98 persen atau sejumlah 15.091.776 rekening dengan total simpanan Rp141,8 triliun. Per satu rekening, LPS menjamin simpanan nasabah hingga senilai Rp2 miliar.
“Syarat agar terjamin LPS ada 3T: tercatat dalam pembukuan, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak terindikasi atau terbukti melakukan fraud (kecurangan),” imbuhnya.
Haydin juga menginformasikan kepada masyarakat bahwa secara aturan, LPS tidak bisa menjamin simpanan rekening nasabah yang hilang akibat dibobol atau dicuri.
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS di Pasal 10 dinyatakan bahwa LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk giro, sertifikat deposito, deposito, tabungan, dan bentuk lain yang dipersamakan. Jaminan tersebut diberikan kepada simpanan nasabah hanya jika bank tempatnya menabung mengalami kebangkrutan.
“Kalau uang rekening yang hilang dibobol itu wewenang bank. Kita hanya menjamin simpanan bank yang sudah dinyatakan bangkrut oleh OJK. Kita akan liquidasi aset banknya dan maksimal tiga bulan kami wajib mengumumkan nominal uang yang dikembalikan ke nasabah,” ucapnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang, Sugiarto Kasmuri menjelaskan bahwa UU P2SK ini punya keuntungan lain karena diterapkan dengan sistem omnibus law.
Dengan sistem omnibus law, ego sektoral antar lembaga keuangan regulator, seperti OJK, LPS, Bank Indonesia (BI), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappepti) bisa dihilangkan.
“Menggunakan metode omnibus law menjadikan payung hukum yang sama bagi OJK, LPS, BI dan Bappebti dalam menjalankan fungsinya masing-masing,” ujar Sugiarto.
Dalam Seminar UU P2SK dan Stabilitas Finansial/Moneter yang digelar PWI Malang Raya bersama LPS itu menghadirkan empat narasumber. Di antaranya Kepala Divisi Humas LPS, Haydin Haritzon; Kepala Kantor Perwakilan BI Malang, Samsun Hadi; Kepala OJK Malang, Sugiarto Kasmuri; dan Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (PPKE FE UB), Prof Chandra Fajri.
Seminar ini digelar dalam rangka penutupan rangkaian Uji Kompetensi Wartawan (UKW) angkatan 51 yang diselenggarakan PWI Malang sejak Jumat (21/7/2023) hingga Minggu (23/7/2023). UKW Angkatan 51 ini diikuti oleh 36 peserta dan meluluskan sebanyak 33 peserta.
Reporter: Laoh Mahfud
Editor: Lizya Kristanti