TUBAN, Tugujatim.id – Yayuk Siti Khotijah. Muda, cantik, dan bertalenta, mungkin itulah sedikit gambaran dari gadis berusia 23 tahun itu. Kesehariannya menjadi guru di Pondok Pesantren Al Muhibbin dan MA Plus Al Muhibbin Jatirogo Tuban tak lantas membuatnya terhalang mengukir prestasi. Terbaru, dia berhasil meraih medali emas dalam ajang MTQ XXIX Jatim di Pamekasan beberapa waktu lalu. Seperti apakah perjuangannya di ajang tersebut?
Perempuan yang bercita-cita menjadi rektor ini namanya mungkin tak asing lagi bagi warga Kabupaten Tuban karena sarat akan prestasi. Tentu prosesnya yang tak mudah untuk mendapatkan hasil yang membanggakan. Sebelumnya, dia pernah memperoleh juara II debat bahasa Arab di tingkat Provinsi Jatim 2018 dan juara harapan II MMQ Provinsi Jatim 2019.
Pada Oktober 2021, dia menyabet gelar Duta Santri Nasional 2021 setelah melakukan proses yang panjang. Dari babak penyisihan hingga penilaian akhir, dia harus bersaing dengan 1.379 peserta se-Indonesia.
Lalu, baru-baru ini dia kembali berprestasi dengan mendapatkan medali emas dalam ajang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Provinsi Jatim yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan, 2-11 November 2021.
Bukan hanya sekali saja dia mengikuti ajang MTQ di tingkat provinsi. Inilah kali ketiga dia mengikutinya pada cabang yang sama. Sebelumnya pada MTQ pada 2017 di Kabupaten Pasuruan, dia dipaksa harus puas masuk urutan ke-8 saja. Setelah itu, pada MTQ pada 2019 di Tuban, masih belum bisa tembus final dan hanya masuk 5 besar.
Kedua kegagalan di ajang yang sama tidak lantas membuatnya putus asa. Justru hal itu membuatnya semakin optimistis berusaha untuk memperbaiki skill-nya. Terbukti, pada MTQ tahun ini di Pamekasan dia lolos masuk final dan meraih juara 1 di Cabang Lomba Karya Tulis Ilmiah Al Qur’an (LKTIQ).
Gadis asal Desa Simo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, ini pada babak penyisihan dalam karya ilmiahnya memilih judul “Ironi Realitas Keagamaan Masyarakat Post-Truth di Indonesia”. Di babal semifinal hingga final, dia memilih judul “Indoktrinasi Konsep Tawakal di Balik Melonjaknya Kasus Covid-19 di Indonesia”.
Sebenarnya dalam proses penjurian di cabor ini, peserta dituntut untuk mempersiapkan materi makalah ilmiah yang nantinya akan diketik ulang di lokasi lomba. Untuk LKTIQ tahun ini terdiri dari 2 tema, yakni Al-Qur’an dan tantangan era disrupsi serta wabah dalam pandangan Islam.
“Kami mempersiapkan 2 makalah dengan 2 tema yang telah ditentukan tersebut. Kemudian diundi mana yang keluar untuk digunakan dalam babak penyisihan dan semifinal,” terangnya.
Lantas bagaimana dia membagi waktu hingga memiliki segudang prestasi di bidang akademik dan non akademik? Perempuan yang menguasai empat bahasa, yaitu bahasa Inggris, Arab, Mandarin, dan Jepang itu mengatakan, jangan berpikir dan mengatakan kalau seseorang tidak memiliki waktu. Sebab sebagaimana orang lain, Anda juga diberikan waktu yang jumlahnya sama persis dengan yang dimiliki orang lain.
“Semua capaian tentu membutuhkan pengorbanan,” ujarnya.
Sama seperti yang dilakukan Yayuk, dia merasa punya waktu atau tidaknya itu kembali ke kondisi masing-masing individu. Semua tergantung seberapa bisa me-manage waktu yang dimiliki. Sebab, masing-masing orang kan pasti memiliki jam kerja dan jam istirahat yang berbeda-beda.
“Jadi kondisional saja untuk mengatur waktunya,” ujarnya.
Dia memberikan contoh jika untuk mengajar, pastinya sudah diberi jadwal mengajar masing-masing. Baik itu mengajar sekolah, diniyah, maupun yang lainnya. Jadi tinggal menjalani saja apa yang ada sesuai jadwal. Sedangkan untuk jadwal belajar, berlatih, dan lain sebagainya, dia lakukan di luar jadwal mengajar.
“Di sela-sela jam istirahat, saya manfaatkan untuk baca buku. Malam hari sebelum tidur, saya sempatkan belajar dan mengerjakan tugas dan di hari libur dihabiskan untuk menjalani hobi dan berlatih meng-upgrade skill,” terang mahasiswi berprestasi tahun 2021 karena lulus cum laude di IAI Al Hikmah Tuban, Jurusan Hukum Keluarga Islam itu.
Siapa yang Menginspirasinya?
Secara eksklusif, dia mengatakan, ada sosok yang menginspirasi dan jadi tokoh panutan dalam hidupnya, yaitu kedua orang tuanya. Selain itu, juga ada juga gurunya bernama Ustadah Nuzulir Rohmah SSa MH selaku pengasuh PPM 4 Bahasa Al Muhibbin Jatirogo Tuban.
“Dari beliau-beliau saya belajar banyak hal. Di antaranya, disiplin menghargai waktu dan tidak pernah lelah untuk belajar serta berjuang,” ucap gadis yang mahir membaca kitab kuning ini.
Menurut dia, malu rasanya jika masih muda cepat merasa lelah hanya karena beberapa kesibukan yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan mereka para pendahulu. Itulah yang menjadi salah satu pecutan baginya, selagi masih muda dan diberi fisik yang kuat, maka harus banyak belajar, menggali ilmu, dan menorehkan prestasi.
“Beliau yang sudah tua saja masih kuat berjuang, kenapa kita yang masih muda sudah gampang mengeluh?” ujarnya.
Dia pun menegaskan masih punya ambisi yang terus dikejar, yakni melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana, kembali berkiprah melanjutkan program-program lanjutan dari Duta Santri, dan persiapan untuk seleksi dalam MTQ tingkat nasional tahun depan di Kalimantan.
“Jika pada MTQ XXVIII di Tuban kemarin para pemenang diberi reward umroh oleh bupati, maka saya harap tahun ini juga demikian. Sehingga cita-cita ziarah ke Tanah Suci dapat tercapai. Aamiin,” ujarnya.