Tugujatim.id – Bulan Ramadan sebagai salah satu bulan dalam kalender Hijriah niscaya dialami oleh umat Muslim di seluruh belahan dunia. Tak hanya Indonesia, umat Muslim yang berdomisili di negara-negara lainnya turut pula melaksanakan ibadah puasa. Meski durasi puasanya bisa berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain.
Seperti yang dialami oleh Dr Mohammad Mahpur MSi. Dosen asal UIN Maulana Malik Ibrahim Malang itu sedang melakukan penelitian kolaboratif di Belanda. Meski demikian, karena bertepatan dengan bulan Ramadan, Mahpur, sapaan akrabnya, tetap harus berpuasa meski sedang berada di negeri minoritas Muslim itu.
Berpuasa di negara minim penduduk Muslim, mau tak mau, Mahpur harus punya tips tersendiri agar ibadah puasa dapat berjalan lancar. Apalagi jam puasa di Belanda terbilang lebih lama daripada jam puasa di Indonedia.
“Puasa pas di sini (Belanda) hampir 15 jam. Waktu imsak sekitar pukul 05.05 waktu setempat dan buka puasa pada jam 20.20 waktu setempat,” kata Mahpur, pada Minggu (9/4/2023).
Maka, Mahpur menyiasati untuk menyimpan persediaan makanan untuk buka dan sahur. Pasalnya, tak seperti di Indonesia yang punya banyak toko kelontong, di Belanda mayoritas toko sudah tutup sejak pukul 8 malam waktu setempat.
“Simpan persediaan makanan untuk berbuka maupun sahur. Karena jam 8 malam toko-toko di sini sudah mulai tutup. Tetapi masih ada sedikit toko yang buka sampai jam 9 malam. Intinya bagi pendatang sementara diusahakan memasak ala kadarnya dengan belanja bahan makanan di sekitar tempat tinggalnya,” imbuhnya.
Bagi Mahpur, puasa di negeri orang menuntut kemandirian, mulai dari urusan makanan untuk berbuka dan sahur hingga menyetel alarm untuk berbuka dan sahur karena tidak terdengar suara adzan. “Kami harus tahu sendiri dan memasang alarm untuk tanda berbuka puasa dan sahur. Karena tidak terdengar adzan. Jadi, harus mandiri,” imbuh dosen Psikologi itu.
Selain itu, menjalani puasa di negeri Belanda dilakukan oleh Mahpur dengan tinggal di dekat komunitas Muslim. Dengan komunitas tersebut, pria kelahiran Tulungagung itu cukup terbantu untuk mendapatkan informasi bagaimana menjalani Ramadan di Belanda. Meski demikian, butuh kejelian untuk mengenali masjid di Belanda karena bangunannya yang tampak seperti ruko atau bangunan rumah biasa.
“Kebetulan kami tinggal dekat dengan masjid. Biasanya ada buka bersama di situ. Selain itu, kami bisa mencari informasi tentang Ramadan juga,” beber Mahpur.
Uniknya, Mahpur menjalani puasa di Belanda saat musim dingin. Baginya, musim tersebut tak terlalu membuatnya haus. “Saat musim dingin ini, tidak terlalu terasa di kerongkongan. Padahal kami harus banyak jalan ke sana kemari,” pungkasnya.