Lumajang – Gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru, Jawa Timur meletus dan memuntahkan guguran awan panas dan lava pijar. Diketahui, aktivitas vulkanik tak biasa ini terjadi pada Selasa (1/12) dini hari.
Pantauan reporter di lokasi, ada satu dari dua desa menjadi wilayah terdampak aliran lava tepatnya di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Satunya, Desa Oro-Oro ombo di lokasi yang sama juga ikut terdampak.
Baca Juga: Ruang Isolasi COVID-19 di Sejumlah Rumah Sakit Surabaya Mulai Penuh
Total ada sekitar 600 warga di desa dari 4 dusun ini diungsikan di Balai Desa Supit Urang yang terletak di zona aman, dini hari tadi. Mereka terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah dan harta benda demi keselamatan jiwa masing-masing.
Ketua RT 12, Dusun Sumbersari, Zaenal Abidin, bahwa dirinya sudah mulai melihat tanda tak biasa dari Gunung Meru ini. Sejak Jumat (27/11), dirinya sudah melihat ada lava pijar di puncak dan bahkan juga di lereng gunung.
Hingga kemudian pada Selasa (1/12), terdengar suara letusan dan gemuruh sungai serupa banjir besar. “Awalnya kami kira banjir biasa, kan hujan lebat. Tapi kok hujan abu, gelap banget. Akhirnya diputuskan untuk mengungsi daripada ada apa-apa,” terangnya.
Saat mengungsi, lanjut Zaenal, warga juga kesulitan karena kondisi hujan air disertai debu cukup pekat dan getaran gempa kecil stabil hingga pukul 03.00 WIB. Beruntung, semua warga berhasil dikondisikan untuk mengungsi.
”Tak lama, kami pantai, sungai di sisi barat dusun sudah dialiri lahar panas. Bahkan, sampai pagi jam 08.00 WIB itu masih gelap. Matahari cuman keliatan kecil,” katanya.
Baca Juga: Aktivitas Gunung Semeru Meningkat, Kini Status Level II Waspada
Penuturan senada dikatakan warga, Mistar (40), bahkan dirinya sudah mulai curiga ada aktivitas vulkanik yang tak biasa. Sekitar pukul 03.00 WIB, dia mendapati hujan abu dan melihat kilat petir di puncak Mahameru. Kontan, dia pun membangunkan warga sekitar.
”Lalu, dengar letusan kayak petir. Akhirnya semua warga dibangunkan, kumpul di Masjid Dusun dan siap mengungsi. Karena gak biasa. Waktu itu juga hujan deras banget, campur debu (abu),” kisahnya di posko pengungsian, Selasa (1/12).
Dia menuturkan, saat itu terjadi kepanikan karena memang tak biasa. Apalagi, gunung meletus ini terakhir terjadi pada 1994 silam. “Getaran lindu (gempa) kemarin agak keras dan dekat juga. Apalagi yang ibu-ibu dan anak-anak ini panik, nangis teriak semua,” tuturnya.
Demi keselamatan keluarga, Mistar mau mengungsi dan meninggalkan rumah dan hewan ternaknya. Beruntung, tidak terjadi kejadian tak diinginkan. “Alhamdulilah tadi pagi saya cek rumah gak papa, hewan saya juga sehat. Tapi sekeluarga tetap jaga di pos pengungsian daripada terjadi apa-apa,” ujarnya pasrah.
Baca Juga: Tanggul Proyek Jembatan Kedungkandang di Malang Ambrol, Padahal Baru Selesai Dibangun
Hingga berita ini ditulis, warga Desa Supiturang masih direkomendasikan untuk berjaga di posko pengungsian. Meski begitu, sejumlah warga mash kembali ke rumah untuk memantau rumah dan harta bendanya.
”Sebenarnya sudah boleh pulang, buat jaga-jaga saja. Buat ibu-ibu dan anak-anak terutama yang lansia kami tinggal di posko pengungsian. Jaga-jaga jika ada letusan susulan. Semoga saja tidak terjadi,” ungkap M Eko Santoso, Koordinator Tagana Lumajang di Balai Desa Supit Urang. (azm/ben/gg)