MALANG – Aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja alias Omnibus Law di bundaran Alun-Alun Tugu Kota Malang berlangsung ricuh, Kamis (8/10). Satu unit mobil Patwal Satpol PP Kota Malang diduga dibakar dibakar oknum demonstran. Selain itu, tiga unit motor entah milik siapa juga dibakar.
Selain itu, mobil minibus Polres Batu yang terparkir di belakang gedung DPRD Malang juga menjadi sasaran empuk para demonstran. Mobil ini dilempari batu hingga hancur. Meletusnya bentrok ini meluas hingga Stasiun, Alun-Alun hingga Trunojoyo.
Kericuhan berlangsung selama 5 jam. Pantauan di lapangan, polisi terus menghalau mundur barisan demonstran dari segala penjuru arah. Perlawanan mulai sayup mereda sekitar pukul 15.00 WIB.
Baca Juga: WHO: 10 Persen Penduduk Dunia Telah Terinfeksi Virus Corona
Sebelumnya, gelombang demonstran terus berdatangan merangsek menduduki gedung dewan. Hingga kerusuhan tak pelak terjadi untuk kedua kalinya. Aparat juga menangkap sejumlah massa, kini sudah digiring ke Mako Polresta.
Sementara itu, dalam rilis tertulis demonstran yang mengatasnamakan Aliansi Malang Melawan ini menyebutkan sembilan poin seruan aksi. Utamanya dalam hal Omnibus Law yang dinilai melegitimasi perusak lingkungan penyusunan RUU Cilaka yang cacat prosedur dan tidak melibatkan publik.
“Atas pertimbangan di atas kami yang tergabung Aliansi Malang Melawan menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah Republik Indonesia dan menyatakan sikap. Cabut UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja,” sebut Humas Aliansi melalui keterangan tertulis.
Polisi Halau Mundur Demonstran di Malang Hingga Sore Hari
Aksi penolakan UU Cipta Kerja alias Omnibus Law di Kota Malang berlangsung ricuh, Kamis (8/10). Kericuhan berlangsung selama 5 jam. Pantauan di lapangan, polisi menghalau mundur barisan demonstran dari segala penjuru arah sekitar pukul 15.00 WIB.
Sebelumnya, gelombang demonstran kedua terus berdatangan merangsek menduduki gedung dewan. Hingga kerusuhan kembali terjadi kedua kalinya. Polisi mulai menembakkan gas air mata berusaha memukul mundur massa ke segala penjuru arah.
Baca Juga: Selama 10 Hari, Planet Mars Bakal Bersinar Paling Terang Sejak Tahun 2003
Massa pun semburat berlarian, namun beberapa massa tetap bertahan, khususnya di Jalan Kahuripan. Di sana, massa membakar 3 unit sepeda motor memblokade jalan. Namun, massa berhasil dipukul mundur dan mereda sekitar pukul 15.00 WIB.
Aksi demonstrasi ini menyisakan kerusakan parah. Sejumlah simbol pemerintahan mulai dari mobil Patwal, Bus Polisi, gedung dewan hingga gedung Balai Kota menjadi sasaran kemarahan massa. Tampak juga, tiga unit sepeda motor dibakar massa memblokade jalan.
Kondisi terakhir, pada pukul 14.00 WIB berangsur kondusif. Gelombang demonstran mulai berangsur mereda. Namun, titik kerumunan massa dalam jumlah sedikit masih terlihat berkerumun di sejumlah titik.
DPRD Kota Malang Tanggapi Aksi Demonstrasi yang Berujung Ricuh
Ricuh demonstrasi tolak UU Omnibus Law di Kota Malang berujung kekacauan. Diikuti oleh ribuan massa se-Malang Raya, mereka terus-terusan menggeruduk Gedung DPRD Kota Malang, Kamis (8/10).
Terpantau, kegiatan demonstrasi yang berlangsung sejak pukul 11.30 ini kian memanas. Terhitung dua kali gelombang kericuhan parah terjadi.
Demo ini diwarnai dengan aksi lempar batu, lempar balok, petasan, menerobos barikage hingga bakar2 kendaran. Mereka memaksa masuk ke Gedung DPRD Kota Malang. Hal ini kemudian dibalas aparat dengan meluncurkan water canon, hingga gas air mata.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika, mengaku kaget mengetahui aksi kekacauan dari demonstrasi tersebut. Sebab, ia merasa aksi tersebut merupakan serangan mendadak. Di mana tidak ada orasi ataupun aba-aba sebelumnya.
Baca Juga: 14 Juta Ton Sampah Plastik Mengendap di Dasar Lautan, Studi Membuktikan
“Kami kaget di sini. Kami melihat bahwa ini bukan lagi demo yang seperti biasa tapi demo yang sudah, direncanakan. Tanpa orasi tanpa aba-aba atau apa, batu terus dilempar sehingga gedung kami pecah semua, kaca kami pecah semua ,” jelasnya
Merasa situasi sudah tidak bisa lagi dikondisikan, ia pun terpaksa berada di dalam gedung.”Saya selaku ketua DPRD saya bersedia menerima nanti di gedung rapat internal kan masih bisa. Itu cukup untuk 30 orang. Tapi mereka (massa) ngga mau, justru memaksa saya untuk keluar. Oleh bapak Kapolresta kami tidak diijinkan untuk keluar karena keselamatan, ” beber Made
Meski demikian, Made mengaku sudah menerima tiga perwakilan demonstran. Antara lain, GMNI, PMKRI, dan GMKI dan sudah menerima tiga poin tuntutan.
Pertama, menolak dan mencabut Omnibus Law. Kedua, menuntut Mahkamah Konstitusi untuk menindaklanjuti penolakan Undang-Undang. Ketiga, menuntut DPR untuk lebih fokus menangani pandemi Covid-19 dan kesejahteraan rakyat.
Dari tiga poin tersebut, Made menyetujui poin kedua dan tiga sebab, menurutnya DPRD tidak mempunyai kewenangan untuk mewujudkan poin pertama. Apalagi sampai saat ini pihaknya mengaku belum menerima draft UU Omnibus Law itu.
Baca Juga: Bahaya Kebiasaan Memukul Anak yang Seharusnya Tak Dilakukan
Sementara untuk point kedua, ia menyetujui seban memang seharusnya yang menjadi produk perundangan-undangan harus ditempuh melalui gugatan di MK.
Made pun mengaku untuk ikut menyetujui poin ketiga. “Kami setuju kalau itu. Karena kami punya kewenangan di sini walaupun secara nasional, tapi kami DPRD kan berhak juga di bidang pengawasam, penganggaran, pemerintah kota, kami setuju ini,” tandasnya
Ia mengakui ini merupakan pertama kalinya aksi yang berujung kekacauan di Kota Malang. Ia sangat menyayangkan hal tersebut yang dinilai merusak citra Kota Malang sebagai kota kondusif dan berometer Indonesia.
Diperkirakan aksi ini akan terus berlangjut hingga besok, Jum’at (9/10). Made berharap para demonstran yang berniat turun ke jalan lagi untuk lebih bijak saat menyampaikan pendapat. “Jangan juga membuat seruan di Medsos karena pastj madany jadi tidak jelas dan menjadi tidak sehat seperti ini,” tutupnya. (azm/fen/ben/gg)