SURABAYA, Tugujatim.id – Kasus kekerasan oleh kakak kelas kepada siswi kelas 2 SD berinisial SAH (8) dengan cara mencolok mata SAH menggunakan tusuk bakso hingga mengalami kebutaan permanen mendapat banyak kecaman, salah satunya dari Komnas Anak Surabaya.
Diketahui, kronologi kejadian itu bermula ketika SAH dan kakak kelasnya mengikuti lomba 17 Agustus di sekolah. Namun, SAH tiba-tiba ditarik dan didorong kakak kelasnya di sebuah lorong. Lantas, kakak kelas tersebut memaksa meminta uang jajan kepada SAH namun SAH menolaknya. Hingga terjadilah aksi kekerasan dengan mencolok mata SAH menggunakan tusuk bakso sampai berdarah.
Merasa kesakitan, SAH mencuci matanya menggunakan air dan mengelap menggunakan seragam sekolah.
Sepulang sekolah, SAH mengeluh kesakitan pada matanya dan orangtuanya segera membawa SAH ke rumah sakit. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, ia dirujuk ke RSMM Jawa Timur dan dirujuk kembali ke RSUD dr Soetomo Surabaya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa SAH mengalami kebutaan permanen karena terdapat kerusakan pada saraf mata kanannya.
Namun, setelah melaporkan aksi tersebut ke sekolah, pihak sekolah terkesan tutup mulut dan orangtua SAH melapor ke Polres Gresik.
Ketua Komnas Anak Surabaya, Syaiful Bachri menyayangkan kejadian tersebut karena keduanya melibatkan anak di bawah umur.
“Kami dari Komnas Anak Surabaya pertama kali menyatakan prihatin dan turut bersedih dengan apa yang dialami oleh adik SAH dan meminta semua pihak untuk dapat membantu dan mendukung korban serta pelaku, terlebih lagi baik korban maupun pelaku masih anak di bawah umur,” katanya, pada Senin (18/9/2023).
Lebih lanjut, Komnas Anak Surabaya bersedia akan melakukan pendampingan secara hukum maupun psikologi karena trauma yang dialami akan berkepanjangan. “Pendampingan secara hukum dan cara psikologi karena menurut kami dari Komnas Anak kejadian tersebut akan berdampak dan menyebabkan trauma berkepanjangan baik dari pelaku maupun korban,” ucapnya.
Mengingat kejadian tersebut dilakukan di sekolah, orangtua korban terlah menuntut agar ada pembuktian CCTV, namun pihak sekolah terkesan enggan ikut campur dan memilih bungkam. “Kami dari Komnas Anak sangat menyayangkan lambatnya penanganan yang dilakukan oleh pihak sekolah hingga waktu tiga minggu. Info yang kami dapat dari rekan media serta adanya info CCTV sekolah yang rusak,” timpalnya.
Untuk itu, pihaknya menutut agar seluruh elemen baik orangtua, pemerintah, lembaga pendidikan, dan aparat hukum turut mengawal keadilan bagi korban.
“Kami meminta kepada para pihak terutama pihak pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan untuk melakukan tindakan dan sosialisasi terkait masalah bullying, dampak bullying, sehingga membantu gerakan memutus mata rantai kekerasan pada anak, baik di Gresik maupun di Indonesia, yang melibatkan peran dari orang tua para pendidik serta lingkungan di sekitar anak tersebut tumbuh dan berkembang,” papar Syaiful.
Menurutnya, kejadian tersebut merupakan catatan penting tentang kasus bullying yang masih saja terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, ia mengajak kepada semua pihak untuk ikut berkontribusi memotong rantai tindakan kekerasan atau bullying di lingkungan anak-anak agar masa depan generasi bangsa bisa berjalan lebih baik.
“Gerakan membela anak adalah gerakan bela bangsa,” tutupnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti