Awas Eksploitasi Pekerja, Sindikasi: Freelancer Juga Berhak Dapat Jaminan Sosial dan THR

Sekretaris Jenderal Sindikasi Lajovi Pratama memamerkan buku Panduan Dasar Menghadapi Kasus Ketenagakerjaan yang baru saja dirilis oleh Sindikasi pada 2023. (Foto: Izzatun Najibah/ Tugu Jatim)

SURABAYA, Tugujatim.id Tidak terikat pada satu perusahaan tertentu dan memiliki jam kerja fleksibel, banyak dari kalangan generasi milenial yang memilih menjadi seorang pekerja lepas atau freelancer untuk mendapatkan penghasilan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah freelancer di Indonesia pada 2020 mencapai 33,34 juta orang.

Baca Juga:

Polisi Bongkar Praktik Perdagangan Manusia di Pasuruan

Para freelancer itu biasanya menawarkan jasa kepada klien berupa proyek kerja yang harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. Karena itu, jenis pekerjaan ini tidak terikat dengan kontrak jangka panjang.

“Freelance itu pekerja lepas, tapi perlu ditekankan bahwa mereka juga buruh. Jadi harus punya kesadaran ketika hak-hak yang dilindungi oleh pekerja, tidak lepas begitu saja,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Lajovi Pratama pada Senin (13/03/2023).

Dia mengatakan, saat ini memang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas terkait pekerja lepas. Namun, freelance sebenarnya bisa masuk dalam kerangka Perjanjian Kerja Watu Tertentu (PKWT) yang tercantum dalam Pasal 10 PP No 35 Tahun 2021.

Baca Juga:

45 Wanita dan 3 Anak di Bawah Umur Jadi Korban Perdagangan Manusia di Pasuruan

Jika mengacu pada hasil FGD (Forum Group Discussion) yang diselenggarakan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sebanyak 63 persen freelancer tidak pernah memiliki kontrak kerja secara tertulis.

Padahal, kontrak kerja atau surat kesepakatan perjanjian kerja yang disetujui pemberi kerja dan pekerja sebelum melakukan beberapa proyek penting untuk diperhatikan secara detail. Mengapa? Karena kontrak kerja bersifat mengikat dan melindungi kedua belah pihak agar dapat sama-sama mendapatkan haknya.

“Satu-satunya jaring pengaman teman-teman freelance adalah kontrak kerja. Kalau bekerja tanpa kontrak, artinya kerjanya juga nggak layak. Kalau sudah nggak ada kontrak kerja, lalu kena masalah maka itu akan menjadi hambatan untuk advokasi masalahnya,” jelas Lajovi.

Baca Juga:

Modus Perdagangan Manusia di Tretes Pasuruan, 48 Perempuan Diiming-imingi Banyak Uang

Sindikasi juga mengungkapkan, dalam praktik kerjanya, 38 persen freelancer menghadapi jam kerja lebih dari delapan jam, 93 persen tidak mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja selama periode kerja, dan 86 persen pernah telah/tidak pernah dibayar.

“Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak kerja, upah dan jam kerja yang harus jelas. Saya melihat beberapa kontrak kerja freelancer itu seringkali tidak imbang antara pihak pertama perusahaan, pihak kedua pekerja. Kontraknya lebih sering merugikan pihak kedua,” ungkapnya.

7 poin yang bisa menjadi pedoman kontrak kerja freelancer yang dimuat oleh Sindikasi.

1. Penegasan pemberi kerja tunduk pada peraturan perundang-undangan.

2. Deskripsi kerja berupa hasil kerja, penggunaan hasil kerja, dan ketentuan maksimal revisi.

3. Mekanisme pembayaran beberapa tahap dan tenggat pelunasan serta denda keterlambatan.

4. Kepastian jam koodinasi kerja dan waktu istirahat memuat perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual.

5. Perlindungan terhadap pekerja perempuan termasuk perlindungan dari ancaman kekerasan dan pelecehan seksual.

6. Penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah dan prosedur penyelesaian sengketa.

7. Komponen upah yang terdiri atas upah pokok, asurasi ketenagakerjaan, asuransi kesehatan, termasuk bagi kerluarga pekerja dan alat kerja.

Selain itu, menurut Jovi, freelance juga berhak mendapatkan jaminan sosial dan THR. Jaminan sosial bagi freelancer tergolong dalam kategori program bukan penerima upah (BPU). Nantinya, freelancer dapat mendapat jaminan hari tua dan jaminan kecelakaan kerja. Karena itu, pengusaha atau pemberi kerja wajib secara bertahap mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya kepada BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Baca Juga:

Cek Tarif PSK Korban Perdagangan Manusia di Tretes Pasuruan

Sedangkan bagi freelancer yang memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus kurang dari 12 bulan berhak menerima THR sesuai dengan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama kerja. Aturan tersebut tercantum dalam Permenaker No 6 Tahun 2016.

“Teman-teman pekerja kreatif dan media itu juga buruh. Sudah saatnya teman-teman mulai mempelajari hak-hak sebagai pekerja. Ketika hak tersebut tidak dipenuhi dengan baik, maka sudah pasti terjadi eksploitasi dan pekerja berhak mengadvokasi,” ujar Jovi.