SURABAYA, Tugujatim.id – Bukan lagi hal baru bagi warga RW 12 Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur, untuk bisa menyulap timbunan sampah menjadi pundi-pundi rupiah. Sudah setahun belakangan, mereka aktif menjadi nasabah Bank Sampah di wilayah RT masing-masing.
21 Februari merupakan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional. Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya menggelar lomba dokumentasi kegiatan penimbangan sampah kering di setiap wilayah Kota Surabaya. Kegiatan inilah yang mendorong warga RW 12 untuk melakukan penimbangan sampah serentak untuk pertama kalinya, pada Sabtu (25/2/2023).
“Biasanya Bank Sampah tiap RT kami kumpulkan di waktu yang berbeda-beda. Ada yang sebulan sekali, sebulan dua kali, bahkan ada yang seminggu sekali; biasanya kalau sudah numpuk,” kata Istri Ketua RW 12, Susiana, kepada Tugujatim.id, pada Sabtu (25/2/2023) siang.
Bank Sampah merupakan salah satu program yang digagas oleh Pemerintah Kota Surabaya sejak 2011 dengan 205 unit pembuangan limbah dan pengelolaan limbah sebesar 65 ton per bulan.
Konsep Bank Sampah adalah setiap warga yang mendaftar sebagai nasabah akan menabung menggunakan sampah-sampah yang dapat diolah. Sampah tersebut akan disetorkan kepada pengurus Kader Surabaya Hebat (KSH) dan Bank Sampah di setiap unit (RT masing-masing) sebelum diserahkan menuju pengepul. Setiap nasabah yang menyetorkan sampah setidaknya minimal memiliki berat satu kilo dan akan ditukar menjadi tabungan uang.
“Dulu mulai ikut Bank Sampah itu tahun 2012, tapi kalau benar-benar aktif dan konsisten itu sejak 2022,” tutur Susiana.
Dalam sekali penimbangan serentak, Susiana menuturkan bahwa warga RW 12 berhasil mengumpulkan sampah kering setidaknya seberat satu ton lebih.
“Ini aja satu-satu RT bisa sampai 70 kilo, sedangkan total RT di RW 12 ini ada 17. Kalau dikalkulasikan bisa mencapai satu ton-an,” ungkapnya.
Menurut pantauan Tugujatim.id, sampah kering yang terkumpul masih didominasi oleh sampah plastik dan kardus. Hal tersebut dibenarkan oleh beberapa pengurus KSH dan BS setempat. Misalnya pada Bank Sampah Mawar Putih RT 7 yang diklaim menjadi unit dengan produksi sampah tertinggi di wilayah RW 12.
“Di sini pengumpulan sampah bisa seminggu sekali, karena kalau enggak bisa numpuk. Nasabahnya juga bawa sampah dari mana-mana tapi paling banyak memang botol plastik sama kardus,” ujar anggota KSH Mawar Putih RT 7, Wahyuni.
Menurut pengakuan Wahyuni, dari 105 Kartu Keluarga (KK) dengan nasabah terdaftar sebanyak 50 orang, rekor tonase sampah yang pernah didapat RT 7 mencapai 300 kilo dalam sekali penimbangan.
“Tapi rata-rata ya 100-200 kilo. Uang yang didapat biasanya Rp200 ribu sekali nimbang,” ungkapnya.
Kalau dikalkulasikan, setidaknya dalam satu bulan, RT 7 berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp700 ribu.
“Uang yang dikumpulkan itu lumayan; bisa buat beli sembako, buat rekreasi, buat nabung, buat apa aja. Jadi senang lihatnya, kalau dapat sampahnya banyak uangnya juga makin banyak,” tuturnya.
Tidak semua jenis sampah dapat diserahkan. Hanya sampah kering dan tertentu saja, seperti kardus, botol plastik, kertas, logam, gembos, besi, dan perabot rumah yang berukuran kecil. Harga per kilonya bervariasi, mulai dari Rp1.500 untuk kardus, Rp5 ribu untuk kertas putih, botol dan gelas plastik Rp7 ribu.
Sementara itu, berbeda hal dengan RT 9. Unit ini menjadi salah satu unit dengan produksi sampah paling sedikit. Faktornya, dapat berasal dari ketidakaktifan sebagian nasabah untuk menyetorkan sampah.
“Tiap nimbang biasanya tonasenya 75 kilo. Terhitung paling sedikit karena kebanyakan warga di sini dijual sendiri sampahnya, kalau nunggu Bank Sampah terlalu lama. Terus kadang nggak punya sampah atau sampahnya sedikit. Lalu banyak yang kerja juga jadi tidak sempat,” papar Ketua Bank Sampah RT 9, Warsiyem.
Kendati demikian, hal tersebut tidak mengurangi kekompakan pengurus KSH dan Bank Sampah dalam mengumpulkan sampah setiap minggunya. Mereka mengaku senang dengan adanya Bank Sampah, mereka dapat berkunjung wisata ke Malang dan Pasuruan dari hasil tabungan sampah.
Pemandangan menarik juga terlihat saat Tugujatim.id bertandang ke RT 16. Nampak mereka guyub rukun makan bersama selepas memilah sampah. Seakan-akan rasa lelah akan terbayarkan bila dapat berkumpul dan bercengkrama dengan para tetangga.
“Kita kalau habis acara suka makan-makan biar kebersamaannya makin terasa. Karena habis kerja bareng jadi lebih semangat. Intinya ya memupuk kebersamaannya,” jelas Ketua PKK RT 16, Heni Rifiana.
Menurut penuturan Ketua RT 16, Daniel Sumanto, lebih aktif berkumpul dan berbincang bersama juga menjadi salah satu trategi untuk terciptanya kerukunan di lingkungan RT.
“Pokoknya tujuan saya jadi bapak mereka saja. Mau ngeluh silahkan, yang penting untuk kebaikan bersama. Tidak masalah kalau mengeluarkan materi, yang penting kebersamaannya,” ujarnya.