MALANG, Tugujatim.id – Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang (FPsi UM) menggelar pelatihan daring untuk para alumninya, pada Sabtu (5/8/2023). Dalam pelatihan dengan topik “Critical Thinking dan Public Speaking” ini, sebanyak 30 alumni FPsi UM mulai dari angkatan 2021 hingga 2023 turut berpartisipasi.
Pelatihan ini bertujuan untuk membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Urgensi tersebut menjadi alasan topik ini menjadi pilihan dalam sesi kedua rangkaian Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan 2023.
Didapuk sebagai narasumber, Yuliana Muksti R SPsi MSi selaku dosen Fakultas Psikologi dan Pendidikan di Universitas Al Azhar Indonesia. Sedangkan narasumber lainnya adalah Samuel Al Mawaman, praktisi psikologi yang juga ahli dalam bidang public speaking dan konsultan.
Pelatihan Critical Thingking, Alumni Fakultas Psikologi UM Diajak Berpikir Kritis
Dalam materinya, Yuliana menekankan urgensi critical thinking (CT) dan quarter life crisis (QLC). Mengutip pendapat Facione, CT merupakan pengaturan proses penilaian yang bertujuan untuk menghasilkan pengartian, analisis, evaluasi, keterkaitan mengenai suatu hal dengan mempertimbangkan adanya bukti, konsep, metode, kriteria, konteks untuk memperolehnya.
“Setidaknya, CT terbentuk dari tiga bagian dari kompleksitas kognitif, yakni analisis, evaluasi, dan kreasi. CT juga mencakup motivasi, atensi, dan open mindedness. Singkatnya, CT berarti berpikir secara sadar mengenai tindakan berpikir Ketika hal itu terjadi,” jelas Yuliana melalui Zoom meeting.
Kemampuan CT dianggap penting untuk para alumni FPsi UM sebab berkaitan dengan masalah kesehatan mental. Dengan kemampuan berpikir kritis, maka akan mencegah seseorang untuk terjun ke pemikiran irasional, yang nantinya bisa mengarah pada masalah kesehatan mental.
Dibandingkan dengan intelegensi, menurut Yuliana, kemampuan CT lebih berperan untuk menyelesaikan masalah hidup. Namun, ia juga juga menyebut bahwa CT berbeda dengan self-criticism.
“Self-critical perfectionism justru dapat mengarah pada depresi sebab adanya asumsi yang keliru yang mengarahkan pada kesalahan berpikir dan self defeating behavior yang dapat menyebabkan stres. Jadi, CT sebaiknya bersifat netral, imparsial, dan tidak emosional,” imbuhnya.
Hubungan Berpikir Kritis dan Quarter Life Crisis
Selaku akademisi, Yuliana juga menjelaskan bahwa CT juga berkaitan dengan QLC. Krisis yang umum terjadi di usia 20-an akibat dari perasaan cemas dan takut akan masa depan, seperti karier, pekerjaan, hubungan percintaan, dan sebagainya.
Orang yang berada di masa dewasa awal perlu waspada dengan gejala QLC seperti bimbang dalam pengambilan keputusan, merasa cemas, putus asa, tertekan, memiliki penilaian diri yang negative, khawatir terhadap hubungan interpersonal, dan terjebak dalam situasi yang sulit.
Alumni FPsi UM Dilatih Hadapi Ketakutan Bicara Di Depan Publik
Riset terhadap 3.000 manager oleh Christine Stuart-ketakutan terbesar orang Amerika: berbicara di depan umum adalah ketakutan pertama melebihi ketakutan akan kehancuran keuangan bahkan kematian. Data ini disampaikan oleh Samuel.
Ia menjelaskan bahwa public speaking adalah ketrampilan yang perlu dimiliki oleh setiap orang. “Kuasailah seni bicara maka anda akan menguasai keadaan,” ucapnya menirukan quotes dari salah satu orang terkaya di dunia, Warren Buffet.
Praktisi psikologi ini juga menyebut bahwa para peserta dapat meningkatkan 50 persen nilai diri di hadapan orang lain hanya dengan belajar kemampuan berkomunikasi.
Public speaking sendiri adalah salah satu bentuk komunikasi yang mencakup empat komponen, yakni komunikator, pesan, komunikasi, dan umpan balik.
Dalam berkomunikasi, hambatan yang dialami oleh seorang komunikator dapat berupa hambatan fisik, psikologis, maupun semantic. “Cara terampuh untuk mengatasi hambatan ini adalah 6L. Latihan. Latihan. Latihan. Latihan. Latihan. Latihan,” tegas Samuel.
Di akhir sesi, pria yang juga aktif sebagai MC dan mentor publik speaking ini juga berbagi tips apa saja yang perlu dilatih agar seseorang bisa menjadi pembicara.
“Hal yang perlu diperhatikan adalah 3V, yakni verbal, vocal, visual. Aspek vocal ini terbagi lagi menjadi volume, intonasi, kejelasan AIUEO, dan power. Sedangkan aspek visual mencakup gesture dan posture seperti body language, ekspresi dan kontak mata,” pungkasnya mendetail.
Lewat sesi diskusi, para pemateri pun menjawab pertanyaan dari peserta terkait tips untuk percaya diri untuk public speaking. Sekali lagi, Samuel menegaskan bahwa persiapan yang matang dan afirmasi positif dan percaya diri menjadi kuncinya.(ads)
Penulis: Imam A Hanifah
Editor: Lizya Kristanti