Tugujatim.id – Terpapar Covid-19 memang memiliki banyak hikmah yang bisa saya ambil. Saat berada di kamar isoter berukuran 3×5 meter, pikiran saya diajak menoleh ke belakang untuk menyaring makna dan mengubah rasa stres menjadi pelajaran.
Setelah dinyatakan positif Covid-19, saya tidak memilih untuk isolasi mandiri di rumah. Pengalaman pertama terpapar Covid-19 dan menjalani karantina di isolasi terpusat (isoter) milik pemerintah menjadi pengalaman berharga. Sebenarnya saya belum berpikir untuk menulisnya, saya membiarkan pengalaman ini dalam ingatan. Namun, salah satu senior wartawan mengirimkan pesan lewat WhatsApp ke saya.
“Nulis pengalamanmu di isolasi bagus, pendek kayak dairy, eman kalau pengalaman bagian dari hidupmu tidak di tulis,” pesannya.
Setelah pesan itu, akhirnya saya menuliskannya. Ya meskipun, mungkin ini bukan cerita yang bagus, semoga yang membaca dapat mengambil manfaat. Kalau tidak bermanfaat minimal menikmati tulisan ini, harapan saya. Hingga saat catatan ini ditulis sudah masuk hari ke 7 diisolasi.

Okey, cerita kita mulai. Setalah mendapat surat berkop laboratorium RS Simpang Lima Gumul yang dibungkus amplop putih bertuliskan kata POSITIF yang di cetak tebal. Ini mengantarkan saya ke Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri.
Di tempat dengan pagar besi yang mengitari lokasi ini, saya dilarang untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain, baik keluarga, sahabat, dan teman yang lain. Ini membuat kita terasa di penjara.
Hal yang paling teringat dipikiran saya adalah ini mungkin cara Tuhan memberikan pelajaran kepada saya. Sebab, di hari Jumat (11/2/2022) pagi, saya yang sehari-hari tinggal di rumah Bude (kakak bapak), diingatkan karena saya terlalu sibuk sendiri dan mementingkan urusan pribadi ketimbang keluarga.
“Kamu itu bagaimana? Kemarin sudah dikasih tau kalau di rumah saudara ada tahlilan kok tidak berangkat. Seminggu yang lalu ada saudara meninggal dunia ya tidak datang. Apa sudah tidak butuh saudara? Mati mau berangkat sendiri,” kata Bude Sri panggilan akrabnya.
Dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 08.30, menasehati saya yang inti pesanya adalah supaya saya lebih mengutamakan rasa kepedulian kepada saudara terutama keluarga dari kepentingan pribadi. Memang saya menyadari sudah lebih 1 bulan tidak hanya pulang untuk makan dan tidur, bahkan terkadang tidak pulang juga tanpa pamit.
Ibadah pun sering terlewatkan. Saya menyadari memang itu sangat salah. Maka, tak salah orang tua saya menasehati untuk mengingatkan tanda kasih sayang mereka.
“Memang urusan keluarga itu tidak ada uangnya, tapi ingat kita bisa kayak gini juga karena keluarga, insyaallah dengan membuat orang lain senang, Allah juga memudahkan urusan kita,” pesannya.
Tak terduga, kasih sayang Allah langsung ditunjukkan kepada saya. Belum genap sehari diingatkan lewat hambanya, sorenya saya diarahkan praktek langsung teori yang disampaikan lewat Bude, yaitu isolasi di Isoter tanpa bisa bertemu keluarga, saudara, dan teman. Hal itu saya yakini sebagai rangkain pendidikan dari Tuhan untuk memberikan pelajaran hidup bagi saya.
Tuhan mengirim saya ke tempat belajar mengenal arti penting keluarga di dalam kamar isolasi hingga Covid-19 hilang dari tubuh saya. Selama itu, memenyadarkan saya hanya keluarga yang rela menjadi orang pertama direpotkan dan yang membantu apapun keperluan kita 24 jam.
“Mengirim, pakaian, sabun, dan kebutuhan lainnya ke tempat isolasi,” saya mengenang dalam hati.
Hal itu menjadi pelajaran yang terus diingat. Terlepas dari itu, selama 10 hingga 14 hari harus tetep berada di gedung bertingkat 3 dengan 46 kamar tersebut untuk menjalani isolasi.
Tak banyak yang bisa dilakukan. Setiap hari hanya menanti ketukan pintu kamar dari petugas BPBD yang berjaga, dengan kata pamungkas yang paling ditunggu tiap pagi, siang, dan sore.
“Waktunya makan,” sambil ketuk-ketuk pintu 3 kali.
Tidak ada hiburan untuk menghilangkan kejenuhan. Hanya ada suara musik dangdut dari penjual kopi di samping SKB mulai pukul 05.00 sore hingga 12.00 malam. Selain itu hanya suara jangkrik dan suara AC yang menjadi hiburan penghilang kejenuhan.