MALANG, Tugujatim.id – Mbeber Klasa Lesbumi NU Kota Malang kali ini terasa sangat tidak biasa karena digelar di alam terbuka, tepatnya di Sumber Serut, Dusun Genting, Merjosari, Jumat malam (07/07/2023). Tema yang diangkat Air dan Pohon: Saling Memberi, Saling Membersamai menghadirkan tokoh masyarakat, pelestari budaya, dan pemerhati lingkungan.
Mislan, salah satu tokoh masyarakat Dusun Genting, bersama Dewan Pakar Lesbumi NU Kota Malang Ki Sutak Wardiono, serta akademisi dan pemerhati lingkungan Ir Suyo Tri Harjanto MT menjadi pembicara pada acara yang dipandu oleh Fajrus Siddiq.
Pembicara pertama yang akrab dipanggil Suryo ini menyampaikan poin penting bahwa air dan pohon adalah sumber kehidupan. Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup dan pohon merupakan tanaman tahunan dengan karakter fisiknya berkayu yang menghasilkan oksigen.
Dia juga menyampaikan, ini adalah acara yang cerdas dan keren. Membincangkan alam dilakukan pada ruang yang sebenarnya, sambil berseloroh disampaikan bahwa kebanyakan orang membicarakan kemiskinan tapi dilakukan di hotel yang mewah. Tapi, tidak demikian bagi kawan-kawan Lesbumi NU Kota Malang yang membicarakan air dan pohon di dekat mata air dan di bawah naungan pohon-pohon.
“Ini sangat keren dan cerdas pengagas acaranya,” katanya.
Baca Juga: Bincang Mbeber Klasa Lesbumi NU Kota Malang, Kupas soal Air dan Pohon Seimbangkan Alam
Ayah dua anak yang saat ini menjabat kepala Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) itu menyampaikan juga bahwa setiap bernapas tubuh manusia memerlukan air sekitar 1,7 liter setiap hari.
“Tanpa air, manusia hanya dapat bertahan hidup selama satu minggu,” katanya.
Karena itu, pentingnya membersamai pohon karena kemampuannya untuk menyerap panas matahari 8 kali lebih banyak, mengurangi dampak pemanasan global, menghasilkan oksigen (O2) sebanyak 1,2 kg per hari dan menyerap Carbon Dioksida (CO2) sebanyak 14 kg/thn. Selain itu, pohon menjadi sumber makanan.
Dia mengungkapkan, menjaga air dan pohon sama halnya dengan menjaga keberlanjutan kehidupan yang saling memberi dan membersamai.
Menyikapi tema perbincangan yang mengalir, salah satu tokoh masyarakat Dusun Genting Mislan lebih banyak bercerita terkait mata air (Sumber Serut) dulu dan kini. Dia menyampaikan bahwa dahulu Sumber Serut memiliki peran penting untuk menyediakan keperluan akan air bagi seluruh warga Genting.
“Kebutuhan sehari-hari antara lain minum, memasak, mandi, dan mencuci semuanya menggunakan air sumber tersebut. Semuanya berubah ketika di dusun tersebut mulai ada hippam yang dibangun pemerintah untuk ketersediaan air bersih bagi masyarakat,” katanya.
Lambat-laun, dia melanjutkan, keberadaan sumber mulai terabaikan fungsinya. Warga Dusun Genting memang tidak serta-merta melupakannya, tapi setiap tahun tepatnya pada bulan Sela (perhitungan bulan Jawa) selalu dilakukan kegiatan barikan atau selamatan sumber. Tujuannya memanjatkan syukur kepada Tuhan akan keberadaan sumber yang bermanfaat untuk pengairan pertanian.
“Rasa syukur yang lain nampak pada perawatan pohon-pohon endemik yang masih ada meski sudah berusia puluhan, bahkan ratusan tahun. Pohon tua yang masih ada antara lain serut, loa, bulu, beringin, dan lain-lain,” kata tokoh masyarakat yang pernah menjabat kamituwo atau kepala Dusun Genting tersebut.
Dia melanjutkan, pohon-pohon tersebut masih ada karena dahulu para leluhur pernah menyampaikan bahwa beberapa pohon tidak bisa ditebang. Sebab, alat yang digunakan tidak mampu melukai batang pohon.
Di ujung pemaparan para narasumber, Ki Sutak Wardiono selaku budayawan sekaligus Dewan Pakar Lesbumi NU Kota Malang ini memberikan paparan tentang nilai-nilai filosofis akan kehidupan, sejarah pohon di belahan dunia, dan hal-hal yang sangat erat berkaitan dengan hubungan alam dan keimanan kita terhadap Allah SWT.
Ki Sutak juga memberikan penekanan yang penting terhadap keberlangsungan transfer pengetahuan antar generasi. Bahwa cara-cara lama harus dimodifikasi sedemikian rupa untuk menyesuaikan konteks zaman.
“Pemahaman yang sifatnya sulit diterima oleh generasi hari ini, jangan dipaksakan layaknya generasi masa lalu. Setiap zaman memiliki cara dan pendekatan yang berbeda-beda. Dan yang terpenting ilmu pengetahuan senantiasa berkembang, ini yang harus jadi menjadi pegangan,” katanya.
Acara ditutup dengan statemen akhir dan penampilan dari Bejo Sandi dan Mbah Karjo, dua seniman tersebut memberikan semangat kepada semua yang hadir untuk terus melangkah bersama dalam perjuangan budaya dan menjaga keseimbangan alam. Bejo Sandi, Mbah Karjo, dan Ki Sutak menutup acara dengan menyenandungkan tembang tolak balak dan doa-doa penjagaan untuk semua makhluk.
Writer: EB. Siswandoyo (Lesbumi Malang)
Editor: Dwi Lindawati