Palang Merah: Pemanasan Global Merupakan Ancaman Serius daripada Virus Corona

Kebakaran hutan yang merupakan salah satu bencana akibat dampak pemanasan global dan perubahan iklim. (Foto: Pixabay)
Kebakaran hutan yang merupakan salah satu bencana akibat dampak pemanasan global. (Foto: Pixabay)

Jenewa, Swiss – Palang Merah Internasional menyebut bahwa pemanasan global merupakan ancaman lebih besar dan serius jika dibandingkan dengan pandemi virus corona. Pihaknya menyebut bahwa dunia harus bereaksi serupa terkait urgensi perubahan iklim seperti dunia menanggapi pandemi COVID-19.

Berdasarkan laporan laporan Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC)) tercatat bahwa bencana alam tetap merusak tanpa henti hingga saat ini.

Baca Juga: Geger Penemuan Mayat Bersimbah Darah di Malang, Diduga Korban Pembacokan

Dalam laporannya tentang bencana global  yang terjadi sejak 1960-an, organisasi yang berbasis di Jenewa itu mencatat bahwa dunia telah dilanda lebih dari 100 bencana sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi pada bulan Maret.

Di mana bencana-bencana tersebut terjadi karena efek dari perubahan iklim. Dilansir dari Aljazeera, terdapat lebih dari 50 juta penduduk dunia terdampak atas rentetan bencana akibat perubahan iklim tersebut.

“Tentu saja, COVID ada di sana, di depan kita, memengaruhi keluarga kita, teman kita, kerabat kita. Ini adalah krisi yang sangat serius yang dihadapi dunia saat ini,” terang Sekretaris Jenderal IFRC Jagan Chapagain pada konferensi pers virtual menanggapi pandemi COVID-19.

Namun, dirinya menyatakan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global merupakan hal yang paling berdampak jangka panjang bagi keberlangsungan hidup manusia.

Tak Ada Vaksin Penyembuh untuk Atasi Pemanasan Global

Meski saat ini dunia tengah berlomba-lomba untuk menuntaskan pandemi virus corona dengan membuat vaksin, namun tidak begitu dengan perubahan iklim. Pihak Palang Merah Internasional menyebut bahwa tidak ada vaksin untuk krisis pemanasan global.

Baca Juga: Pelaku Pembacokan di Malang: Teman Dekat Sekaligus Tetangga

Terkait pemanasan global dirinya memperingatkan, “akan membutuhkan tindakan dan investasi yang lebih berkelanjutan untuk benar-benar melindungi kehidupan manusia di Bumi ini.”

Frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim dan kejadian terkait iklim terus meningkat sejak 1960-an, kata IFRC.

Pada 2019 saja, dunia dilanda 308 bencana alam di mana 77 persen di antaranya dikarenakan perubahan iklim atau cuaca. Data tahun 2019 menunjukkan bahwa bencana-bencana tersebut telah menewaskan sekitar 24.400 orang.

Jumlah bencana terkait perubahan iklim dan cuaca saat ini telah melonjak hampir 35 persen jika dibandingkan tahun 1990-an. Palang Merah Internasional menyebut hal ini sebagai “pembangunan yang mematikan”.

Bencana terkait cuaca dan iklim telah menewaskan lebih dari 410.000 orang selama dekade terakhir, kebanyakan dari mereka di negara-negara miskin, dengan gelombang panas dan badai terbukti paling mematikan, kata laporan itu.

Menghadapi ancaman ini, yang secara harfiah mengancam kelangsungan hidup jangka panjang kita, IFRC menyerukan kepada komunitas internasional untuk bertindak secepat mungkin.

Baca Juga: Cara Mengatasi Stres Berkepanjangan, Lakukan Hal-hal Berikut!

“Bencana ini sudah ada di depan pintu di setiap negara di seluruh dunia. Dengan tantangan seperti ini, solidaritas internasional tidak hanya menjadi tanggung jawab moral tetapi juga hal yang cerdas untuk dilakukan,” papar Jagan Chapagain.

Ia juga menyebutkan bahwa berinvestasi untuk ketahanan tempat-tempat yang rawan bencana akan terhitung lebih hemat jika dibandingkan dengan penyaluran bantuan usai bencana itu terjadi.

IFRC memperkirakan bahwa sekitar $ 50 miliar akan dibutuhkan setiap tahun selama dekade berikutnya untuk membantu 50 negara berkembang beradaptasi dengan perubahan iklim.

Ditekankan bahwa jumlah itu sangat miris dan jauh lebih kecil jika dibandingkan respons global terhadap dampak ekonomi COVID-19 yang telah melampaui $ 10 triliun.

Ia juga menyesalkan bahwa banyak uang yang diinvestasikan sejauh ini untuk pencegahan dan mitigasi perubahan iklim tidak masuk ke negara-negara berkembang yang paling berisiko.

Baca Juga: 5 Skill Penting untuk Sambut Tahun 2021

“Tanggung jawab pertama kami adalah melindungi komunitas yang paling terpapar dan rentan terhadap risiko iklim,” kata Chapagain, memperingatkan bahwa penelitian mereka menunjukkan bahwa dunia secara kolektif gagal menghentikan laju perubahan iklim.

“Ada sesuatu yang tidak terkoneksi antara di mana risiko iklim terbesar bakal terjadi dengan ke mana dana alokasi adaptasi tentang perubahan iklim disalurkan. Hal tersebut bakal sangat-sangat mengorbankan nyawa,” pungkasnya. (gg)